Minggu, 23 Mei 2010

Menikmati Era 1914-1945-an di Malang Tempoe Doeloe

Dalam rangka memperingati Hari jadi kota malang yang ke 96 Pemkot Malang bekerja sama dengan Yayasan Inggil menggelar acara Festival Malang Kembali. Even ini digelar guna mensosialisasikan seni dan budaya daerah tradisional jaman dulu. Dengan demikian kegiatan yang ditempatkan di sepanjang jalan Ijen ini juga identik disebut sebagai acara Malang Tempo Doeloe. Selain itu Festival yang diadakan setahun sekali inipun juga bertujuan untuk menggali unsur-unsur kearifan lokal sebagai bahan pengetahuan terhadap masyarakat untuk dilestarikan dan dikembangkan. Berbeda dengan tahun sebelumnya. Jika pada tahun sebelumnya acara ini diselenggarakan selama satu minggu penuh, maka di tahun ini hanya diselenggarakan selama 4 hari saja, terhitung mulai tgl 20-23 Mei 2010. Karena waktunya yang demikian singkat itu maka secara otomatis pengunjungpun setiap malamnya selalu sesak. Saya dan istri saya berkungjung ke acara ini pada hari kedua (22/5). Tiba dilokasi sekitar jam 20.00 WIB. Sekitar 200 meter dari lokasi, lalu lintas sudah mulai macet. Di kanan kiri jalan tampak banyak sepeda motor berjejer yang diparkir sesak. Sementara itu tukang parkir "ilegal" berteriak-teriak "Parkir Malang kembali.. Parkir Malang kembali.. di depan macet.. didepan macet.." Saya acuhkan saja tukang parkir itu, berharap di dekat lokasi masih ada tempat parkir yang kosong. Ketika motor saya sudah merangsek sekitar 15 menit dan sudah hampir dekat dengan lokasi sekitar 50 meter, tiba-tiba motor saya dihadang oleh petugas. "Penuh mas, tidak bisa. sampean muter saja dari arah barat", Ujar petugas. Saya pun putar haluan sambil melihat-lihat beberapa lokasi parkir, berharap mudah-mudahan masih ada tempat buat 1 motor saya saja. Hasilnya nihil. Semua tempat parkir sudah penuh. Dari arah Barat kembali saya dihadang petugas karena parkir didalam sudah penuh. Akhirnya sayapun putar arah lagi, mencari lokasi parkir yang terdekat sudah tidak memungkinkan. Saya pasrah ketika dalam 'putar arah tak menentu itu' ada yang nawarin parkir. Meskipun jarak parkir motor saya sekitar 100 meter dari lokasi acara saya tidak peduli, karena dari saking niatnya saya dan istri saya mengunjungi pagelaran yang dilaksanakan setahun sekali ini. ****** Begitu tiba dilokasi mulai dari pintu masuk desak-desakan pengunjung pun tak dapat dielakkan. Untuk berjalan kaki saja harus dengan mengeser Inchi demi inchi. Sementara disisi kiri pintu masuk lagu-lagu Rock, yang berjudul Rata-Rata langsung menyambut kedatangan pengunjung termasuk saya dan istri saya. Setelah beberapa meter 'jalan geser' suasana sudah lumayan lenggang. Hal ini membuat saya agak lega sambil sesekali melihat-lihat warung-warung makan dan penjual-penjual ala jaman doeloe disisi jalan. Berbagai macam suasana dan hal disini hampir serba jadul semua. Stand kerajinan seni, hiburan rakyat, hingga panganan tradisional semua tumplek blek di acara yang disponsori oleh Telkomsel ini. Selain itu para pengunjung pun juga tak mau kalah 'jadoel', rata-rata sebagian besar memakai busana-busana ala kakek - nenek dengan memakai baju batik atau kebaya. Ada juga yang berpakaian layakanya penjuang PETA sambil membawa sepeda ontel, ada yang memakai kostum kolonial dan lain sebagainya. Bahkan dokar-dokarpun juga tak mau ketinggalan ikut menghiasi suasana ini. Bagi yang hobyy foto-foto, narsis-narsis-an maka di ajang tempoe doeloe inilah mereka meluapkan 'aksinya' secara total. Pergi ke acara ini saya jadi membayangkan bagaimana suasana kehidupan masyarakat di rentang era 1914-1945? Bagaimana pula kesenian, tradisi serta kelezatan aneka jajanan tradisional tempo dulu? Bahkan di acara yang berpusat di Museum Brawijaya ini saya sempat merasa hidup di masa kanak-kanak kakek buyut saya dahulu kala. Begitu mengesankan acara ini sekalipun harus berjalan sekian ratus meter dari lokasi parkir. Sementara itu, dipentas utama digelar acara pentas Wayang Topeng Anak Panji Laras "Sayemboro Sodo Lanang", tiba disini acaranya sudah selesai karena kami datang kemalaman. Namun saya dan istri saya masih menyempatkan diri untuk mengabadikan sisa-sisa acara ini melalui kamera (he he.. ikut narsis akhirnya). Kearah selatan dari acara Wayang Topeng ini ada pementasan Wayang Beber Pacitan "Joko Kembang Kuning", tiba di tempat, acaranya juga sudah selesai, tak lupa kami juga menyempatkan diri untuk foto-foto. Sedangkan acara yang masih berlangsung waktu itu adalah pementasan Ludruk Palma "Panji Laras". Menurut salah satu penonton acara ini akan berakhir hingga jam 24.00 WIB. Apa boleh buat, sekalipun datang terlambat, kami pun ikut menikmati pementasan Ludruk ini walaupun duduk dikursi paling belakang. Pementars Ludruk: Palma "Panji Laras" Belum selesai acara ludruk Panji Laras, tiba-tiba istri saya ngajak pulang. Katanya dia tidak ngerti dengan alur ceritanya, maklum bahasa yang digunakan dalam pentas Ludruk ini adalah bahasa Kromo Inggil (bahasa Jawa paling halus), jadi wajar jika istri saya bingung dan bosan. Lagian waktu itu jam sudah menunjukkan 10.40 WIB. Akhirnya kami pun bertolak pulang dengan berjalan kaki lagi sekitar 100 meter ke tempat parkir.

Jumat, 07 Mei 2010

Malang Berpesta Sejuta Buku

Sepulang jalan-jalan dari Candi Badut. Saya dan istri saya melewati Tugu Kota malang. Dimana disebelah timur tugu ini terbangun 2 bangunan kokoh Balai kota dan Kantor Wali Kota Malang. Dari Arah barat Tugu belok kiri, tiba-tiba pas depan Gedung S. Kodam V Brawijaya, tepatnya di jln. Tugu No. 2 kita di kejutkan oleh sebuah baleho besar bertuliskan PESTA MALANG SEJUTA BUKU 2010, Cinta Baca cinta buku. Kami pun tertarik untuk masuk sebab diskon yang tertera di baleho tersebut sangat miring mulai dari 0 - 87%. Begitu motor kami mau masuk di pintu gerbang kami di hadang oleh 2 petugas parkir. Mereka mencatat no polisi motor kami dan menyerahkan karcis parkir dengan bandrol Rp.1000,-. Karena bagi kami keamanan adalah segalanya maka uang Rp. 1000,- pun tidak begitu membuat kami keberatan untuk menyodorkannya pada petugas parkir tersebut. Sebelum masuk ke Stand pameran. Saya dan Istri saya sempat mengikuti acara pembukaan pameran ini walaupun agak terlambat. Di acara pembukaan ini segenap panitia dan para penerbit berkumpul di depan panggung utama. Mereka mendo'akan salah satu teman mereka (panitia) Moh. Nurhudin (Alm) yang meninggal beberapa hari lalu di Ponorogo. Setelah membaca surah Al-fatihah salah satu dari panitia ini memimpin doa untuk temannya yang akrab di panggil 'Udin' oleh mereka. Pasca mengikuti acara pembukaan, saya pun mulai memasuki ruangan stand pameran. Begitu masuk saya langsung di kagetkan dengan beberapa tumpukan buku yang di bandrol sangat murah. Ternyata diskon dari 0 - 87% yang tertera di baleho itu bukan sekedar isapan jempol belaka. Bda yang di bandrol mulai harga Rp. 5000,- Rp.10.000,- Rp. 15.000,- dan seterusnya. Tapi sayang, berhubung saat itu saya dan istri saya tidak ada rencana, apa daya kami hanya melihat-lihat saja buku-buku tersebut, walaupun kenyataannya kami harus gigit jari dari saking "gregetan"-nya memborong buku-buku tersebut. Selain Pameran Buku. Acara yang diselenggarakan selama satu minggu mulai tgl 6-12 Mei ini juga mengadakan beberapa perlombaan dengan memperebutkan piala Depdiknas. Diatara jenis perlombaan itu antara lain lomba Mewarnai, Karikatur dan karaoke untuk anak-anak TK. Sedang untuk Siswa SMU ada lomba tulis berupa Cerpen dan Opini, Parade Band dan masih banyak lagi perlombaan lainnya. Untuk acara malam hari, panitia mengisi acara Pesta Sejuta Buku ini dengan beberapa dialog, seminar dan diskusi budaya. Acara ini dibuka mulai jam 8.00 - 21.00 WIB. Jadi waktu selama 13 jam ini sangat memungkinkan untuk di kunjungi dari berbagai kalangan. Selain tiket masuk yang gratis, bagi pengunjung yang membeli buku maka struk pembelian tersebut bisa di tukarkan dengan kupon undian di pintuk keluar. Bagi yang beruntung maka pengunjung yang pembeli berhak mendapatkan jam tangan cantik nan eksklusif. **** Keluar dari "Pesta" kami tidak langsung pulang. Istri saya yang notabene baru 7 bulan di malang mengajak saya jalan-jalan ke taman Tugu walaupun panasnya minta ampun. Kami sempat foto-foto disana sambil mewalawan terik matahari yang begitu menyengat. Karena Kehausan, sehabis dari Taman Tugu kami beli Es Cendol dulu sebelum akhirnya pulang kerumah untuk istirahat.

Sabtu, 01 Mei 2010

IKSTIDA - Maafkan Saya

"Inna Allah ya-murukum antu-addu al-amanaat ilaa ahliha wa idza hakamtum baina al-naas an tahkumuu bi al-‘adl" "sesungguhnya Allah menyuruh kalian manyampaikan amanat kepada yang berhak dan apabila kalian memerintah maka memerintahlah berdasarkan dan dengan keadilan"(QS. An-Nisa: 59) Ayat Al-Qur'an di atas di baca Oleh Bapak Tibyanto Ahmad selaku Kabid. P2O (Pendidikan Penerbitan dan Organisasi) Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa Masa bakti 2003-2004. Ayat Al-Qur'an yang diturunkan pasca Nabi Hijrah tersebut dibaca oleh beliau dalam rangka melantik 10 Ketua Organisasi Daerah (ORDA). Dimana Orda-Orda ini merupakan persatuan santri-santri di PPA Lubangsa dari berbagai daerah. Salah satu nama dari 10 Orda tersebut adalah Organisasi Ikatan Keluarga Santri Timur Daya yang kemudian di singkat IKSTIDA. Sedangkan Ketua IKSTIDA yang dilantik saat itu adalah saya sendiri yang terpilih beberapa hari sebelumnya melalui Musyawarah Besar dengan sistem Voting. Memimpin organisasi yang beranggotakan kurang lebih 700 orang tersebut ternyata tidak semudah yang saya duga sebelumnya. Hal yang paling mendasar dari kesulitan tersebut adalah menyatukan para anggota untuk kompak dan bersatu. Perbedaan latar belakang pendidikan, adat serta kepribadian dari masing-masing anggota merupakan sebuah kendala yang harus dihadapi dengan cara yang tidak mudah. Pelik dan harus melalui berbagai langkah politis serta konsultasi terhadap senior tentang bagaimana caranya mempolitisi masalah tersebut. Selain itu, teman-teman pengurus yang saya posisikan di struktur kepengurusan waktu itu justru adalah senior-senior saya. Hal ini sangat efektif memadamkan ke pede-an saya sebagai seorang ketua organisasi. Akibatnya, Organisasi IKTSTIDA yang pada masa kepemimpinan sebelumnya menyabet prestasi gemilang itu menjadi terpuruk di masa saya. Semua program kerja nyaris tidak ada yang terlasana. Kecuali kegiatan/pertemuan rutin setiap malam Selasa dan penerbitan mading, itupun karena program tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan atas program kerja Pengurus P2O sendiri. "Menurutku kamu itu sebenarnya cukup mempertahankan saja prestasi IKSTIDA sebelumnya. Kalau mampu bisa kamu benahi kelemahan-kelemahannya. Dan kalau tidak mampu ya sekali lagi, minimal (semestinya) kamu pertahankan prestasi-prestasi itu..", Nasehat Pak A'ang Asy'ari yang waktu itu menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Organsisai IKSTIDA. Saya kemudian merasa bersalah terhadap teman-teman IKSTIDA waktu itu. Saya jadi beranggapan kalo ternyata QS. Annisa: 59 yang dibaca Pak Tibyanto diatas tidak pantas untuk di capkan terhadap saya. Meskipun berkali-kali saya ikut pelatihan keorganisasian ternyata ilmu dan teori yang diajarkan dalam pelatihan tersebut belum cukup untuk diaplikasikan dalam kehidupan berorganisasi yang sebenarnya. Menjelang masa jabatan saya berakhir, raut kekecewaan dan sikap terkesan apatis baik itu dari teman-teman sesama pengurus maupun dari semua anggota organisasi selalu saya rasakan kala itu. Kekecewaan mereka memuncak saat organisasi yang lagi berjalan tertatih-tatih ini memenangkan perlombaan Bola Volly menjelang perayaan Akhir sanah. Sekelompok anggota yang mengikuti lomba tersebut menyita hadiah yang di berikan panitia dengan alasan mereka bukanlah delegasi dari IKSTIDA. Organisasi dengan anggota yang berasal dari 4 kecamtan di kawasan timur daya Kabupaten Sumenep ini di anggap tidak memeberikan sumbangsih apa-apa dalam kompotesi antar Orda Tersebut. Kejadian di atas baru dalam lingkup "intern teritorial" organisasi. Sedangkan kejadian yang tak kalah hebohnya adalah saat komisi D bagian Humas merealisasi program kerjanya yang bersifat tahunan. Program kerja tersebut berupa pengadaan acara pengajian umum diluar pesantren yang waktu itu di tempatkan di Kecamatan Dungkek. Tepatnya di Desa Candi, rumah saudaranya Asrodi Assyukkur yang waktu itu menjabat sebagai wakil saya di IKSTIDA. Kendala yang paling mendasar dari kegiatan ini adalah enggannya anggota membayar iuran untuk acara tersebut. Alasananya pun beragam, mulai dari yang asal-asalan buat alasan sampai kepada alasan yang terkesan apatis terhadap 'kepemimpinan' saya. Buntunya dana tidak memenuhi anggaran. Hingga acara ini selesai organisasi yang didirikan pada tahun 1985 ini pun mempunyai tanggungan hutang terhadap sohibut bait. **** Cerita singkat diatas, hingga saat ini sangat sulit saya lupakan. Dan tidak jarang kadang hal ini membuat saya menjadi serba pesimistis dalam hidup berorganisasi. Untuk semua teman-teman IKSTIDA, (yang aktif tahun berapapun - atau bahkan yang tidak aktif sama sekali) yang sempat baca tulisan ini. Saya hanya bisa minta maaf atas kealpaan saya. Semoga segala sesuatu yang terjadi pada masa kepeminpinan saya, dapat kiranya menjadi bahan renungan dan pelajaran buat generasi-generasi berikutnya, untuk menjadikan Organisasi IKSTIDA maju melaju pesat baik dari sisi kualitas maupun kuwantitas kader-kadernya. Amin. Maafkan Saya IKSTIDA..