Jumat, 19 November 2010

Korban Merapi dan Qurban Ibrahim

"Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS Ataubah:24)

Dua hari yang lalu kita di ingatkan kembali kepada sebuah sejarah yang Agung di masa lalu. Sebuah masa dimana Allah memberikan ujian kepada hambanya Nabi Ibrahim dan dan Nabi Ismail. Dimana Nabi Ibrahim yang telah lama mendambakan seorang putra dan ketika putra itu lahir justru diperintahkan oleh Allah di ungsikan ke tanah Makkah. Sebuah daerah padang pasir yang tandus dan tak ada tanda-tanda kehidupan didalamnya. Berkat kesabaran Istrinya siti Hajar maka Allah kemudian memberikan air Zam-Zam kepada mereka melalui perantaran malaikat Jibril. 

Belum cukup sampai disitu. Setelah Ismail menginjak masa remaja kembali kesabaran nabi Ibrahim di Uji oleh Allah dengan menyuruhnya menyembelih putra semata wayangnya itu. Meskipun memilukan tapi tak sebersitpun terlintas dibenak Nabi Ibrahim untuk protes atau membantah perintah Agung tersebut. Bahkan menawarnyapun tidak sama sekali. 

Nabi Ibrahim benar-benar menjalankan peritah Allah tersebut setelah terlebih dulu berunding dengan putranya Nabi Ismail. Dengan didasari perasaan sabar, iman dan tawakkal bahwa perintah Allah itu memanglah jalan yang terbaik baginya. Maka berangkatlah Ibrahim untuk menyembelih putranya sendiri. Berbagai macam godaan dan hasutan disepanjang jalan yang diterima Ibrahim untuk tidak melaksanakan perintah Allah itu tetap membuatnya tidak ragu sedikitpun. Malah Nabi Ibrahim justru melawan mereka dengan melemparinya dengan batu. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan "melemapar jumrah" yang dilakukan oleh jamaah haji setiap tahun di kota Makkah. 

Namun ketika eksekusi penyembelihan itu dilakukan Ibrahim menemui kegagalan berkali-kali. Bukan karena pedang Nabi Ibrahim tidak tajam. Justru dari saking tajamnya pedang nabi Ibrahim, pedang tersebut mampu memecahkan bebatuan gunung. Tentu saja semua itu adalah merupakan kehendak Allah untuk mentumpulkan pedangnya diatas leher putranya hingga nabi Ismail selamat dan tergantikan domba yang dibawa oleh Malaikat Jibril.  

Itulah sosok keluarga Nabi Ibrahim. Dari saking beriman dan tawakkalnya kepada Allah. Jangankan harta, bahkan nyawa putra kesayangannyapun rela beliau korbankan. Dan begitulah memang yang telah Allah perintahkan kepada semua umat manusia di muka bumi ini. Janganlah sampai kecintaan kita kepada harta duniawi, istri dan anak sampai mengalahkan kecintaan kita kepada Allah SWT dan RasulNya. 

Allah berfirman dalam QS Ataubah: 24 sebagai berikut; "Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik."

* * *

Selain peristiwa Ibrahim dan Ismail. Bulan ini sebagian dari bangsa kita dihadapakan pada sebuah peristiwa bencana alam. Mulai dari Tsunami, Gempa bumi, longsor dan letusan gunung merapi. Korban nyawa dan materi tidak sedikit yang ludes dan lenyap begitu saja dan bahkan banyak yang sudah tidak bisa di fungsikan lagi. 

Hal ini merupakan pertanda sekaligus bukti bahwa materi dunia dan nyawa itu sebenarnya benar-benar tidak ada apa-apanya disisi Allah. Jadi sangat ironis sekali jika selama ini kita begitu mencintai setengah mati harta benda dan keluarga kita dengan mengabaikan kecintaan kita kepada Allah SWT.

Untuk itulah. Marilah kita korbankan harta benda duniawi kita yang amat kita cintai untuk mencintai Allah SWT. Pergunakanlah harta yang kita perjuangkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bimbing, ajarkan serta wariskanlah kepada keluarga dan anak-anak kita untuk selalu berkorban apa saja. Demi semata meraih Ridha dan CintaNya yang abadi selamanya. InsyaAllah. 

Wallahu a'lam. Mohon Koreksinya.  

Jumat, 05 November 2010

Musibah dan Kasih Sayang Allah

"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan, Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." ( QS Al-Hadid: 22-23)

Beberapa tahun terakhir ini, hampir disegenap penjuru dunia, terutama tanah air ibu pertiwi Nusantara ini hampir selalu diselimuti rasa berduka setiap saat. Peristiwa musibah demi musibah melanda negeri kita mulai dari Sabang sampai Merauke. Tsunami, gempa bumi, tanah longsor, banjir, letusan gunung merapi. Kebakaran hutan, rumah, pasar dsb. Kecelakaan transportasi baik di darat, laut maupun udara serta kecelakaan tambang gas Lapindo Brantas yang sejak tahun 2006 lalu hingga saat ini belum juga terselesaikan.

Bisa kiranya kita membayangkan sendiri. Sudah berapa ratus juta jiwa korban nyawa yang tak tertolong? Berapa ratus juta triliun kerugian material yang harus di tanggung? Lalu berapa ratus juta jiwa manusia pasca kejadian itu mengalami gangguan kejiwaan? Betapa dahsyatnya bencana ini hingga ratusan juta nyawa dan materi bisa ludes-amblas dalam waktu yang relatif begitu singkatnya. Dan betapa Gagah Perkasa dan Kuasanya yang menjadikan musibah ini terjadi dengan begitu luar biasanya.

Lalu siapakah yang mendatangkan bencana ini? Kenapa bencana ini harus terjadi pada bangsa ini? Apakah kita telah banyak melakukan kesalahan-kesalahan? Banyak melakukan kerusakan-kerusakan sehingga ada beberapa unsur alam yang tidak sesuai dan akhirnya rusak? Inilah yang perlu kita renungi dan introspeksi bersama se objektif mungkin.

Sebagaimana tertuang dalam QS. Al-Hadid:22-23 diatas. Bahwa bencana yang memporak-porandakan sebagian daerah dibelahan bumi ini, termasuk bencana yang melanda sebagian wilayah nusantara akhir-akhir ini adalah Allah SWT yang 'melakukannya'. Allah pula yang telah menewaskan makhluk yang berjumlah jutaan jiwa itu dalam waktu seketika yang teramat singkat.

Oleh karena itu. Karena bencana ini datangnya dari Allah, yakni Tuhan yang Maha Mencipta dan Maha Membinasakan. Maka sekali lagi, pada saat ini juga WAJIB kiranya bagi kita untuk mentadabburi bersama terkait terjadinya musibah ini. Jika kita merujuk QS. Al-Hadid diatas, pasti musibah ini ada kaitannya dengan tingkah laku kita selama ini. Sebuah Tingkah laku yang membuat Allah 'Marah' dan lalu menegur kita dengan 'mengirim' musibah.

Ya. Bencana ini memang perlu dijadikan bahan instrospeksi sejenak terkait tingkah laku kita selama ini. Apakah sudah sesuai dengan apa yang diperintahkanNya atau tidak. Syukurlah jika dalam muhasabah ini kita merasa bahwa kita memang benar-benar telah banyak melakukan perbuatan dosa atau ingkar kepadaNya. Maka segeralah kita putar haluan kejalan yang benar. Bukalah kembali Al-Quran dan kitab-kitab sunnah yang berisi ajaran dari Rasulullah SAW. Marilah kita pelajari kembali bagaimana seharusnya kita menjalani hidup didunia ini.

Tidak perlu lagi kita bersedih hati dan berduka, karena hal itu tidak akan mengembalikan suasana saat ini kekondisi semula sebelum terjadi bencana. Marilah kita bangkit dan bersyukur karena 'peringatan' ini. Dan yakinlah bahwa musibah ini datang karena Allah sayang terhadap hamba-hambanya.

Allah SWT berfiman dalam Al-Qur'an. "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang padamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Kapankah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS. Al-Baqarah: 214)

Jadi, sejatinya (secara tidak langsung) musibah yang melanda saudara kita akhir-akhir ini adalah merupakan salah satu wujud kasih sayang Allah kepada kita. Sekaligus 'tiket' bagi kita untuk menuju surgaNya. Tentu saja dengan catatan, pasca terjadinya musibah tersebut kita harus menyadari dan segera kembali kejalan yang benar - jika selama ini kita memang telah banyak berbuat dosa.

Semoga musibah-musibah yang melanda negeri kita belakangan ini menjadi bahan istrospeksi bagi diri kita bersama untuk kembali kejalan yang benar. Menjadi orang yang benar-benar bertaqwa kepadaNya. Dan semoga para korban bencana yang meninggal dunia dapat diterima segala amal kebaikannya serta dimaafkan segala perbuatan salah dan dosanya. Amin..

Wallahu A'lam.. Mohon Koreksinya..