Senin, 25 Oktober 2010

Manusia Kelas Sandal

Kejadian tentang buah rambutan yang ranum nam merah merekah dijual oleh beberapa pedagang buah di sebuah pasar. Rambutan yang dari luarnya saja keliatan manis ini, tepat menempel diatas buah yang berbulu itu terdapat sesuatu yang menyerupai biji kacang polong. Namun bentuknya amat kecil seperti kerikil. Warnanya hijau dan jika dimakan akan terasa pahit dilidah. Biji-bijian kecil itu akan sering ditemui nempel diatas buah rambutan yang merah dan manis.

Beberapa saat kemudian. Datanglah seorang untuk membeli buah rambutan yang merah itu. Setelah tawar menawar lalu terjadilah kesepakatan harga diantara penjual dan pembeli itu; Rp. 10.000,- / Kg. Selama menimbang buah rambutan itu, sipenjual tidak begitu menghiraukan sebuah "biji kacang polong hijau" yang menempel dimasing-masing buah yang masuk timbangan itu. Sekalipun biji itu tampak terlihat. Sipembelipun juga tidak protes akan hal tersebut. Padahal secara logika, "biji kacang polong hijau" itu tentu saja akan mempengaruhi timbangan, walaupun tak seberapa.

Ketika selesai, si penjual memasukkan buah rambutan itu kedalam tas plastik. Si "biji kacang polong hijau" pun juga ikut serta kedalam tas plastik tanpa dihiraukan. Ketika sipembeli menerima tas plastik yang berisi rambutan itu dan membayarnya, lalu kemudian dibawa menuju sebuah mobil mewah miliknya, maka dengan serta merta si "biji kacang polong hijau" pun turut serta menikmati nyamannya naik mobil mewah dengan menempel terus pada buah rambutan yang manis itu.

Begitulah hebatnya si "biji kacang polong hijau" yang selalu nempel pada buah rambutan manis. Kemanapun ia pergi maka biji-biji itu akan ikut serta menemaninya. Padahal secara spesifik tidak ada sama sekali yang istimewa dari biji-bijian itu. Rasanya malah pahit kalau dimakan. Bahkan seandainya dari sekian biji-biji itu dipetik di tiap-tiap buah rambutan yang merah, lalu kemudian dikumpulkan - maka jangankan dijual, dikasih secara cuma-cumapun kita pasti tidak mau.

Sepenggal kejadian diatas, mengingatkan pada sebuah kejadian lain sewaktu saya nyantri di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep. Setiap kali Kiai pengasuh ke mesjid untuk mengimami shalat berjamaah dan ketika Sandal beliau dilepaskan di teras, maka begitu antusiasnya para santri berebutan untuk membalikkan dan merapikan posisi sandal pengasuh itu - agar sewaktu turun dari mesjid nanti beliau gampang memakainya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan sandal santri itu sendiri. Dimana setiap usai shalat jamaah di mesjid, pasti saja ada santri yang kehilangan sandalnya. Entah itu dipinjam atau bahkan diambil sama santri-santri yang lain.

Peristiwa "penghormatan" terhadap sandal Kiai ini bukan hanya terjadi di Pesantren. Diluar pesantrenpun juga demikian. Sandal Kiai ini pasti selalu mendapatkan perlindungan yang istimewa dari masyarakat. Bahkan kadangkala tidak satupun sandal masyarakat berani dekat-dekat apalagi bersentuhan dengan sandal kiai yang dilepaskan diteras rumah maupun langgar. Walaupun, sebagaimana biji hijau rambutan diatas, merek sandal kiai tersebut - secara kualitas pasaran - harganya amatlah murah dari pada sandal-sandal yang dipakai masyarakat. Lalu kenapa "sandal murahan" kiai itu bisa "lebih mulya" statusnya dari pada sandal-sandal yang dipakai masyarakat dan para santri? Jawabannya tentu saja, karena sandal itu menempel pada Seorang Kiai atau Ulama yang ilmunya begitu luas dan kharismatik di mata masyarakat.

Contoh kasus lain semasa Rasulullah SAW. Ada seorang sahabat namanya Ibnu Mas'ud. Beliau setiap harinya selalu berpenampilan rapi, harum dan bersih. Padahal pekerjaannya setiap hari "cuma" sebagai tukang bawa sandal Rasulullah. Ketika ditanya oleh Sahabat yang lain; "Gerangan apakah yang membuatmu selalu rapi, bersih dan harum itu wahai Ibnu Mas'ud?". Ibnu Mas'ud Menjawab; "Ini aku lakukan semata karena menghormat sandalnya Rasulullah". Begitu mulyanya sandal Rasulullah itu sehingga Ibnu Mas'ud pun menghormatinya dengan selalu berpenampilan rapi, bersih dan harum.

Pun demikian halnya ketika melalkukan Isra' Mi'raj. Ketika Rasulullah SAW dan Malaikat Jibril sampai di Sidratul Muntaha. Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah SAW : "Wahai Rasulullah.. kiranya saya cukup mengatarkan Rasulullah sampai disini saja. Silahkan Nabi melanjutkan perjalanan sendiri menemui Allah SWT."

Rasulullah merasa sanksi dengan pernyataan Malaikat Jibril. Bayangkan sejak dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha hingga sampai di Sidratul Muntaha Rasulullah selalu bersama Jibril sebagai "penunjuk jalan" Beliau. Ketika melihat sesuatu yang tidak dipahami oleh Rasulullah maka Jibrillah yang menjelaskan kepada Rasullah perihal yang dilihatnya itu. Lalu kali ini tiba-tiba malaikat Jibril tidak bisa mendampingi lagi perjalanan Rasulullah "menemui" Allah. Kemudian Rasulullah menjawab: "Wahai Jibril.. tegakah aku ditempat ini meninggalkanmu..." Jibril kembali menjawab: "Wahai Rasulullah, diantara kita ini ada derajad sendiri-sendiri. Derajad saya cuma sampai disini Rasulullah. Sedangkan derajad engkau masih terus keatas..". "Tidak apa-apa wahai jibril, ikutlah denganku..."  Jawab Rasulullah. "Wahai Rasulullah, Jika saya paksakan diri untuk ikut Rasulullah maka satu langkah saja saya ikut maka saya akan terbakar "disana" ya Rasul..." Akhirnya Rasullullah pun "menyerah" dan melanjutkan perjalanannya seorang diri. Yang menarik waktu itu Rasullullah "menemui" panggilan Allah sambil memakai sandal beliau.

Hal ini berbeda kejadiannya, dalam kasus yang hampir sama, ketika nabi Musa "ngotot" hendak menemui Allah. Dibukit Turizinai Nabi Musa menghadap Allah sambil membawa serta Sandalnya. Kemudian diisitulah - tepatnya di Wadil Muqaddas - Nabi Musa ditegur Oleh Allah, "Ikhla' Na'laika yaa Musa.. Fa Innaka bil muqaddasi tugha.." Artinya, "Buka sandalmu itu Musa, karena sesungguhnya di (Wadil) Muqaddash ini adalah tempat yang mulia.."

Sungguh Hebat nian Rasulullah, Nabi Musa tidak boleh menemui Allah dengan mengenakan sandal - walaupun pada akhirnya nabi Musa pingsan karena tidak kuat dengan CahayaNya Allah. Namun Nabi Muhammad justru tidak ditegur oleh Allah ketika Mi'raj "menemui"Nya dengan meninggalkan malaikat Jibril di Sidratul Muntaha.

***

Begitulah manusia. Jika manusia sudah saking mulya derajadnya, maka ia mampu "mengalahkan" derajad kemulyaan Malaikat. Bahkan sandal Rasulullah pun bisa dibilang lebih mulya dari pada Malaikat Jibril. Kenapa? Karena Jibril tidak bisa "menemui" Allah, tapi sandal Rasulullah bisa "bertemu" Allah karena menempel di kaki Rasulullah.

Demikian juga jika manusia saking bejat perilakunya, maka bisa saja ia lebih bejat dari binatang sekalipun. Ambil Contoh tupai yang mencuri biji kelapa, maka dalam aksinya tupai tidak serta merta merusak buah kelapa itu. Melainkan dilubangi kulitnya terlebih dahulu sehalus mungkin, baru kemudian si tumpai ambil isi kelapa itu. Namun akan berbeda kasusnya ketika manusia yang mencuri buah kelapa. Bisa dipastikan bukan kelapanya saja yang dicuri, bahkan sama pohon-pohonnya pun sekalian diembatnya.

Lalu yang menjadi pertanyaan bagi kita bersama. Kalau sandal Rasulullah - yang tidak melakukan Ibadah sama sekali itu bisa sedemikian mulya derajadnya. Masak manusia semacam kita ini, yang selalu Shalat, Zakat, Puasa bahkan Haji tidak bisa lebih mulya atau paling tidak menyamai derajad sandal Rasululah? Masak kita akan kalah sama sandal kiai yang selalu di tata posisinya oleh para santri ketika sang Kiai naik ke Mesjid? Masak kita kalah "sama biji kacang hijau" yang selalu nebeng timbangan harga dan kenyamaan naik mobil mewah sama rambutan merah yang manis?

Jawabannya; BISA..!! Caranya? "Nebeng" juga sama ulama-ulama. Dekatlah sama mereka. Maka dijamin, sebagaimana Firman Allah dalam Hadits QudsiNya. "Ayyuhassyaabu... Attariku syahwatahu min ajli, anta 'indi ka ba'di malaikati", Artinya, "Wahai pemuda yang mampu mengekang hawa nafsunya karenaku, maka "derajat" kalian adalah sama seperti kebanyakan malaikatku". Dekat dengan para ulama, InsyaAllah dijamin kita bisa menahan dan mengekang hawa nafsu kita. Dan dengan cara itulah Allah menyamakan derajad kita dengan Malaikat.

Jadi. Sesungguhkan kalau dipikir-pikir dengan matang. Kita ini, yang belum begitu banyak punya pengetahuan tentang agama. Sejatinya hanyalah manusia kelas Sandal. Kelas sandal yang tidak akan berarti apa-apa tanpa mencari "tebengan" kaki yang dipunyai oleh Nabi, para Sahabat dan para Ulama'. Untuk itulah mari, (sebagai manusia kelas sandal) mulai saat ini juga carilah "tebengan" yang sekiranya bisa mengangkat derajad kita. Tenju saja sebagaimana sandal biasanya, kita harus ikhlas disuruh bagaimanapun oleh "tebengan" kita. Disuruh shalat, ya Shalat. Disuruh Zakat, ya berzakat. Disuruh puasa ya puasa...

Dari Anas, dia menuturkan, Rasulullah SAW bersabda, "Dan perumpamaan teman duduk yang baik itu bagaikan penjual minyak wangi kasturi, jika minyak kasturi itu tidak mengenaimu, maka kamu akan mencium bau wanginya. Dan perumpamaan teman duduk yang jelek adalah seperti tukang pandai besi, jika kamu tidak kena arangnya (percikannya), maka kamu akan terkena asapnya." (HR. Abu Dawud).

Wallahu A'lam. Mohon Koreksinya.. Terimakasih..

Jumat, 22 Oktober 2010

Keajaiban Gelombang Alfa di Alam Bawah Sadar. Bagian 2

Manusia menggunakan otak (mesin kesadaran) yang kecepatannya cuma 2000 bit perdetik. Sementara informasi yang membanjiri otaknya mencapai 400.000.000.000 bit perdetik. Jadi, saat kita meragukan keterangan ilmu pengetahuan modern, seberapa besarkah mesin kesadaran yang kita pakai untuk meragukannya. Bagaimana kita bisa begitu yakin akan sesuatu yang sangat sedikit kita pahami itu. William Arntz, Betsy Chasse & Mark Vicente. ) Sebagaimana dituliskan kembali oleh Erbe Sentanu - The Science & Miracle of Zona Ikhlas.


Diakui atau tidak, panca indra pada dasarnya cenderung menipu pemahaman manusia. Baik dari apa yang dilihat, di rasa, diraba, dicium dan di dengar. Kelima panca indra tersebut dominan memberikan informasi yang tidak tepat terhadap pemahaman kita. Singkatnya, kelima panca indra yang kita gunakan selama ini mempunyai banyak keterbatasan-keterbatasan. Ambillah sebuah contoh, mata yang kita punya ini ternyata tidak mampu melihat benda-benda kecil semacam atom atau molekul-molekul pada air yang kita minum. Sedangkan telinga, ia juga hanya bisa mendengar suara dengan frekuensi 20 sd 20.000 Hertz getaran perdetik. Sedangkan suara diatas atau dibawah frekuensi tersebut maka telinga kita tidak akan mampu menangkapnya. Misalnya gelombang suara radio atau suara-suara hewan lainnya seperti semut, kecoa dan lain sebagainya.

Oleh karena itulah maka manusia membutuhkan indra lain yang bisa membantu kekurangan panca indra tersebut. Menyikapi hal ini, maka  pada tiap diri manusia itu (sebenarnya) telah diberikan oleh Allah SWT apa yang namnya Indra ke Enam. Hanya saja sebagian besar dari manusia lebih banyak yang acuh tak acuh dengan indra ini. Bahkan tidak percaya sama sekali. Padahal Indra ke enam ini semestinya di fungsikan untuk membantu efektifitas kinerja panca Indra kita.

Lalu dimanakah letak dari pada Indra ke Enam itu. Ari Ginanjar Agustian dalam ESQ Power-nya demikian juga Erbe Sentanu dalam Quamtum Ikhlasnya serta Agus Mustofa dalam serial diskusi tasawufnya - secara tidak langsung - mereka seolah-olah mensepakati bersama bahwa Indra ke Enam dalam diri manusia itu adalah Hati. Dimana Hati ini pada dasarnya telah mempunyai sifat-sifat fitrah alamiah yang diberikan oleh Allah sejak manusia masih berada dalam kandungan. Sifat-sifat fitrah tersebut adalah yakni sifat-sifat Allah SWT yang 20.

Dari sifat-sifat fitrah alamiah inilah kemudian hati mempunyai kekuatan yang lebih dahsyat dibandingkan alam pikiran kita. Dimana kekuatan-kekuatan dahsyat itu adalah berupa perasaan-perasaan yang bersumber dari dalam hati itu sendiri.

Dalam penelitiannya selama 20 tahun, Erbe Sentanu dalam Quamtum Ikhlasnya memaparkan bahwa; pikiran tak hanya terkait pembagian otak secara fungsional, tapi juga pembagian berdasarkan aspek kesadarannya. Umumnya manusia hanya memanfaatkan pikiran sadarnya yang memiliki kekuatan hanya 12 persen dari keseluruhan kekuatan pikirannya. pikiran sadar inilah yang biasa kita maksud ketika menyebut seseorang sedang menggunakan "otak"-nya. Sedang yang 88% lainnya merupakan kekuatan bawah sadar yang secara umum hanya muncul dalam bentuk "perasaan"-nya.

****

Kembali ke pembahasan Keajaiban Gelombang Alfa di Alam Bawah Sadar pada tulisan saya dibagian pertama, tentang ke ajaiban-keajaiban yang terjadi pada Rasulullah, Sahabat Ali Bin Abi Thalib dan Wali Songo pada masa dahulu. Percaya atau tidak bahwa rahasia kekuatan mereka pada waktu itu adalah berangkat dari kekuatan hati yang diaksesnya melalui alam bawah sadar tepatnya di gelombang Alfa.

Sebelum Nabi SAW diberangkatkan Isra' Mi'raj. Waktu itu kondisi psikologis Nabi Muhammad berada pada 'titik kritis'. Dimana paman Beliau Abu Thalib dan Istri tercintanya Siti Khadijah 'dipanggil' oleh-Nya. Selain itu keadaan umat Muslim saat itu dalam keadaan di Boikot perekonomian dan hubungannya oleh Kafir Quraisy. Akibatnya umat Muslim saat itu benar-benar berada dalam kondisi kritis.

Demi melihat keadaan ini. Nabi Muhammad SAW pun pasrah dan mengikhlaskan semua yang telah terjadi pada Allah SWT dengan berdzikir dan melalukan perenungan sebagaimana dilakukan dalam Gua Hira' dulu sebelum masa kenabiannya. Dzikir beliau dilakukan dengan begitu khusuk dan hati ikhlas serta pasrah berserah diri - sampai perasaan beliau berada di alam bawah sadar. Beberapa saat kemudian, lalu datanglah Malaikat Jibri yang diutus Oleh Allah untuk membawa Nabi Isra' dan Mi'raj. Dalam peristiwa itu, Nabi diperlihatkan dengan berbagi keindahan-keindahan alam semesta. Mulai dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsha dan bahkan hingga sidratul muntaha. Semua perjalanan nabi ini dimaksudkan oleh Allah untuk menghibur Nabi Muhammad SAW, sekaligus untuk menunjukkan betapa Kekuasaan dan Ke serba-Maha-an Allah itu memang benar adanya.

Untuk itulah perlunya kita selalu berpasrah dan Ikhlas kepada Allah atas setiap masalah apapun yang melanda kita. Semata karena dengan ikhlas dan berserahlah - dengan sebenar-benarnya Ihklas yang hanya bisa di akses di alam bawah sadar - Allah benar-benar akan memberikan kita kebahagiaan dari jalan yang tiada kita sangka sebelumnya. Seperti Nabi Muhammad yang mengikhlaskan segala masalah umat dan perjuangannya kepada Allah, maka tanpa disangka-sangka kemudian Nabi SAW di Isra' Mi'raj-kan oleh Allah SWT.

Demikian juga dengan kisah Ali bin Abi Thalib, yang tertembus panah pada punggungnya. Beliau tidak merasa kesakitan diwaktu anak panah itu dicabut dari tubuhnya dikala beliau shalat. Malah sehabis shalat Ali masih bertanya kepada sahabat; "Sudahkah dicabut mata panah tadi?". Keajaiban ini terjadi semata-semata karena dalam shalatnya, Sayyidina 'Ali benar-benar mendirikan shalat sambil menyelam kealam bawah sadarnya. Sehingga pada saat berada di gelombang Alfa beliau tidak merasakan sakit sewaktu anak panah itu dicabut dari tubuhnya.

Contoh kasus terakhir, adalah keajaiban wali songo dalam melakukan musyawarah dengan cara 'hanya' berdiam diri ditempat tinggal masing-masing. Padahal jaraknya diantara mereka sangat jauh. Namun ajaibnya musyawarah itu tetap menelurkan kesepakatan-kesepakatan bersama. Setelah dicermati ternyata dalam diam dan khusuknya para wali songo ketika 'rapat' itu adalah sedang Mengakses alam bawah sadar. Sehingga dari alam bawah sadar itulah - melalui gelombang Alfa - mereka bisa mengakses perasaan masing-masing para wali dengan frekuensi gelombang yang (mungkin) sangat tinggi sekali. Ibarat gelombang radio FM yang hanya bisa di akses di gelombang 100000 Hz sampai 100000000000 Hz. Maka telinga 'secara telanjang' tidak akan mampu menangkap gelombang itu. Dan hanya radio Fmlah yang bisa menangkap signal suara itu.

***

Begitulah.. ternyata resep untuk selalu bisa merasakan damai dan tentram di dunia ini tidaklah cukup sulit, namum belum tentu bisa kita lakukan dengan mudah. Baik dalam keadaan shalat, berdzikir, dan berdo'a, kita kadangkala hanya melakukan ritual saja, tanpa mampu menyelam kealam bawah sadar pada gelombang Alfa dalam diri kita. Singkatnya.. Kita jarang sekali (bahkan mungkin) tidak pernah memfungsikan indra ke Enam dalam tubuh kita. Dan ini sungguh benar-benar mubadzir....

Wallahu A'lam.. Mohon Koreksinya.. 

Selasa, 19 Oktober 2010

Keajaiban Gelombang Alfa di Alam Bawah Sadar. Bagian 1

Dijaman modern ini banyak penelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapa ilmuan-ilmuan untuk mengungkap berbagai macam misteri kehidupan yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Sebut saja misalnya kejadian-kejadian ajaib di masa lalu, dimana masyarakat Indonesia menyebut hal ini sebagai ilmu kesaktian, Mukjizat (bagi Rasul atau Nabi) atau karamah (bagi orang-orang selain Nabi dan Rasul).

Berbagai keajaiban-keajaiban yang terjadi di masa lalu itu dimasa kini sedikit demi sedikit sudah mulai terungkap rahasianya secara ilmiah. Contoh misalnya, keajaiban Mukjizat Nabi Muhammad SAW ketika melakukan Isra' Mi'raj Dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsa di Palestina, lalu kemudian Mi'raj ke langit ketujuh atau ke Sidratu Al-Muntaha. Peristiwa itu benar-benar ajaib, karena dilakukan oleh Nabi dalam waktu satu Malam saja. Sontak masyarakat Makkah sebagian ada yang tidak percaya waktu itu karena hal itu mustahil dilakukan oleh manusia biasa seperti Muhammad. Ada yang ragu-ragu antara percaya dan tidak percaya, karena mereka mengenal Rasulullah adalah orang yang sangat jujur sehingga beliau mendapat gelar Al-Amin. Satu-satunya orang yang percaya pertama kali waktu itu adalah Abu Bakar Ra dengan mengatakan; "Kalau Muhammad Saw. mengatakan demikian, saya percaya. Bahkan saya mempercayai yang lebih aneh dari itu..."

Contoh keajaiban lagi, adalah kisah sang pembela Islam Ali bin Abi Thalib yang tertancap mata panah di punggung saat pasukan Islam menggempur musuh. Beliau sungguh kesakitan, dan tak ada cara lain kecuali mencabut mata panah itu. Lalu dalam kesakitannya Ali bin Abi Thalib berkata kepada sahabat, "cabut mata panah ini saat aku berdiri di rakat kedua..". Lalu Beliau menunaikan shalat sunnah 2 rakaat. Waktu itu tidak ada lagi tanda kesakitan di wajahnya yang tunduk khusyu'. Rakaat kedua tiba dan sahabatpun mencabut anak panah itu. Tak ada tanda kesakitan. hanya darah segar yang mengalir deras. Luka segera diobati. Setelah salam akhir shalat, sang pembela Islam ini bertanya, "Sudahkah dicabut mata panah tadi?".

Contoh berikutnya ketika Wali Songo di tanah jawa ini menyebarkan agama Islam. Konon entah setiap minggu atau tiap bulan, ketika beliau-beliau melakukan musyawarah atau pertemuan, para wali ini bukan dengan cara menghadiri sebuah tempat dalam satu majelis, melainkan mereka berada pada tempat semedi masing-masing. Ada yang di Jawa Timur seperti Sultan Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri(Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel) di Ampel Surabaya, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijogo, Sunan Muria, (Tuban). Di Jawa Tengah ada Sunan Kudus. Sedangkan di Jawa Barat ada Sunan Gunung Jati atau dikenal juga dengan Syarif Hidayatullah. Benar-benar sebuah karamah dari Allah. Meskipun tempatnya saling berjauhan, namun musyawarah Waliyullah tersebut tetap "nyambung" dan tentu saja menghasilkan sebuah keputusan-keputusan yang amat penting untuk kemajuan dakwah mereka.

Dari beberapa keajaiban Mukjizat dan karamah yang saya contohkan diatas, pada masa kini telah banyak yang menelitinya. Dan Subhanallah keajaiban-keajaiban itu sedikit demi sedikit mulai terungkap secara ilmiah. Bagaimana caranya? Cukup mudah bagi mereka, tapi bagi kita belum tentu mudah, bahkan mungkin sangat sulit sekali. Yakni cara yang mereka lakukan adalah dengan Menyelam terlebih dahulu ke Alam Bawah Sadar lalu dari alam bawah sadar itulah muncul gelombang-gelombang Alfa yang terbukti secara ilmiah mempunyai berbagai macam kekuatan.

Bagaimanakah cara kerjanya..?? Tunggu tulisan saya berikutnya..   

Wallahu A'lam.. Mohon Koreksinya..

Jumat, 15 Oktober 2010

Sungguh Tidak Ada Yang Sia-Sia

Kodrat manusia dan strata sosial didunia ini memang berbeda-beda dan dari perbedaan-perbedaan itulah manusia bisa saling melengkapi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Karena pada dasarnya tidak ada satupun mahlukpun didunia ini yang sempurna. Semuanya. Kecuali hanya Allah SWT yang menciptakan segala sesuatu yang ada di penjuru alam semesta ini yang benar-benar sempurna. Oleh karena itu. Dengan alasan ke tidak sempurnaan itulah semua mahluk di alam semesta ini saling membutuhkan. Dan dari itupulalah kemudian tercipta sebuah tatanan-tatanan dan status strata sosial. Mulai dari seorang buruh, petani, pegawai, pegawai, pejabat, pengusaha, guru dan lain sebagainya. Dari berbagai macam jenis pekerjaan dan profesi yang saya sebutkan tadi semuanya sama-sama saling membutuhkan dalam rangka untuk mencapai tujuan masing-masing. Selain sesama manusia. Masih dengan alasan yang sama, yakni karena memang tidak ada mahluk yang sempurna di alam semesta ini. Seringkali suatu makhluk yang lain kadang membutuhkan makhluk lainnya untuk mencapai tujuannya. Bahkan dengan benda mati sekalipun. Hal ini merupakan sunnatullah yang (tidak boleh tidak) harus kita akui kebenaran dan keberadaannya. .... "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. QS. Azzumar. 191 Ya begitulah memang. Tiada satupun ciptaan Allah di alam semesta ini yang tidak berguna atau tidak bermanfaat. Hanya saja karena keterbatasan akal kita, kita kadangkala sulit menerka bahkan kadang tidak tahu sama sekali maksud Allah menciptakan suatu makhluk tertentu. Padahal tanpa kita sadari kadangkala kita justru merasa butuh terhadap makhluk yang kita tidak tau manfaatnya itu. Contoh kasus misalnya. Dirumah saya banyak dihuni oleh kecoa yang setiap hari sering mengganggu aktifitas saya. Baik dikala tidur maupun dikala terjaga. Karena sering mengganggu itulah saya mengadu pada Allah. "Ya Allah. Kecoa ciptaanMu ini sering mengganggu keluarga saya ya Allah. Baik diwaktu tidur maupun dikala terjaga. Bahkan dalam shalatpun kadang saya merasa tertanggu dengan salah satu makhluk cipataanMU itu ya Allah". Bahkan karena saking jengkelnya saya sampai bertanya-tanya dalam doa saya "kira-kira apakah gerangan Engkau ciptakan kecoa itu yaAllah. Bukankah iya sama sekali tidak bermanfaat bagi kami kecuali hanya membuat kami terganggu....". Selang beberapa menit kemudian sehabis doa itu ditutup dengan Amin dan Surat Al-Fatihah. Tiba-tiba pintu depan rumah ada yang mengedor-gedor dengan kasarnya. Setelah pintu dibuka betapa kagetnya saya mendapati 3 orang preman bertubuh kekar layaknya raksasa dengan wajah yang beringas. Tanpa babibu 3 preman tadi menodong saya dengan senjata tajam seraya meminta sejumlah uang sama saya. Belum sampai saya menjawab sepatah katapun. Salah satu preman kekar yang berdiri paling belakang tiba-tiba lari ketakutan dari rumah saya sambil teriak minta tolong. Praktis dua orang temannya pun juga ikut lari ketakutan termasuk si penodong tadi. Padahal kedua temannya itu tidak tau sama sekali perihal kenapa satu orang temannya itu tiba-tiba lari ketakutan. Entahlah mungkin keduanya itu mengira bahwa dia melihat aparat keamanan lagi patroli didaerah saya atau mungkin ada perasaan lain yang membuat mereka khawatir akan keselamatannya, akhirnya keduanyapun ikut ambil langkah seribu meninggalkan rumah saya. Padahal selidik punya selidik ternyata satu preman yang lari ketakutan sambil teriak-teriak itu bukan karena takut sama aparat keamanan atau takut pada amukan masyarakat dilingkungan rumah saya. Seorang preman kekar itu justru takut sama kecoa dirumah saya yang masuk menyusup kedalam bajunya yang sudah 1tahun tidak dicuci. Entahlah mungkin si preman mengira kalo itu adalah jin penunggu rumah saya sehingga dia lari terbirit-birit ketakutan. Contoh fiktif diatas adalah merupakan sebuah contoh kecil bahwa semua makhluk dialam semesta ini diciptakan memang untuk saling melengkapi antar kekurangan makhluk yang satu dengan makhluk yang lainnya. Dan tidak ada satu makhlukpun ciptaan Allah SWT yang tidak bermanfaat atau sia-sia. Semuanya pasti bermanfaat. Hanya saja keterbatasan akal kitalah yang kadang kita merasa tidak membutuhkan suatu ciptaan Allah SWT. Oleh karena itu marilah kita berdayakan semua ciptaanNya di alam semesta ini dengan sebaik-baiknya. Yakni dengan merawat dengan melestarikannya. Semata karena itulah memang amanah yang sedang kita emban didunia ini sebagai seorang khalifah. Wallahu ‘Alam..