Minggu, 28 Maret 2010

Instrument Itu Juga Punya Hak

Setiap manusia pada dasarnya pasti akan membutuhkan instrument sebagai sarana penunjang untuk membantu kelangsungan hidup mereka. Instrument-Instrument yang dibutuhkan tersebut berbeda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, tergantung kapasitas dan kemampuan serta kebutuhan manusia tersebut untuk menggunakan dan memanfaatkannnya. Sebenarnya, jauh sebelum merasa butuh terhadap instrument-instrument ini, manusia telah diberikan instrument standard dasar oleh Allah sang pencipta yang dikenal sebagai panca indra. Diawal masa pertumbuhan manusia tidak akan merasa butuh sedikitpun terhadap instrument-instrumen lainnya selain instrument standar itu. Mereka berupaya dengan tekun dan ulet untuk memanfaatkan panca indra tersebut sampai mereka benar-benar mahir menggunakannya. Mata sampai bisa digunakan untuk melihat sesuatu dengan benar. Hidung untuk mencium bau. Lidah untuk merasakan enak tidaknya rasa makanan dan minuman. Telinga untuk mendengarkan suara dan tangan serta kaki untuk meraba sesuatu yang keras, lembut, basah, kering dan lain sebagainya. Itulah fungsi dasar panca indra. Fungsi standard instrumen manusia. Seiring dengan bertambahnya usia, tentu saja panca indra manusia ini akan semakin peka terhadap segala sesuatu yang terjadi disekitarnya. Kejadian-kejadian tersebut akan terekam oleh otak lalu timbullah sebuah perasaan untuk melakukan sesuatu diluar kebiasaannya selama ini. Tapi naif, instrument-instrument standard yang dimiliki tersebut kadangkala sama sekali tidak mempunyai kekuatan apa-apa untuk membantu menyeleseaikan keinginannya. Kalaupun dipaksa untuk difungsikan, tapi hasilnya jauh dari yang diharapkan. Disinilah kemudian manusia merasa butuh terhadap instrument lainnya (selain dari pada instrument standart tersebut). Kita ambil contoh, ketika merasa haus maka keinginan yang pertama kali muncul di benak manusia adalah ingin selesai dari masalah haus tersebut, mereka kemudian mencari solusi dengan panca indra yang dimilikinya. Lalu akhirnya ditemukan bahwa solusinya adalah minum air putih. Pertama mereka akan mencari air putih itu sampai ditemukan. Ketika sudah ditemukan. Maka barulah air tersebut diminum. Nah, pada saat mau minum inilah manusia merasakan pentingnya sebuah instrument lain selain panca indra yang mereka miliki. Memang bisa menggunakan tangan dengan cara men"cebok" atau menadahi dengan tangan lalu diminum. Tapi tentu saja air yang dimininumnya tersebut tidak akan sampai satu tegukan dan tidak bisa langsung menuntaskan rasa haus dan dahaganya. Selain itu memang bisa juga dengan cara mulut menganga dan menadahi langsung air yang mengalir diatasnya. Tapi sekali lagi, cara seperti ini tidak akan mencapai hasil maksimal. Malah kalau tidak hati-hati bisa membuat tersedak terus batuk-batuk. Rasa haus memang sudah hilang. Tapi ada efek samping batuk yang harus ditangggung. Oleh karena itu, maka dibutuhkanlah sebuah instrument berupa wadah kecil seukuran bibir mulut dan tidak bocor dibawahnya. Lalu kemudian ditadahkanlah wadah tersebut di bawah air putih dan barulah di minum. Contoh sederhana diatas merupakan sebuah keniscayaan. Bahwa untuk melangsungkan kehidupannya mansuia memang butuh terhadap instrument lain selain panca indra yang telah di berikan Allah. SWT. Karena hal ini sudah merupakan fitrah, maka manusiapun saling berupaya untuk melengkapi instrument-instrument yang masih belum dimilikinya agar supaya mereka bisa menjalani hidupnya dengan mudah dan gampang. Tentu saja dalam rangka melengkapi instrument-instrument ini manusia akan menempuh berbagai macam cara sesuai dengan kemampuan tenaga dan pikirannya. Disisi lain, ada beberapa manusia yang membantu menyediakan instrument bagi manusia lainnya yang membutuhkan. Dimana hal ini mereka lakukan juga dalam rangka mendapatkan instrument yang mereka inginkan. Setelah berbagai macam instrumen itu mereka dapatkan. Maka inisiatif selanjutnya adalah mereka merawat instrument-instrument tersebut untuk dipergunakan dilain kesempatan. Mereka tidak ingin instrumen yang sangat membantu bagi kemudahan hidupnya itu rusak atau tidak berfungsi, apalagi hilang. Untuk itu maka mereka akan selalu menjaga instrument itu. Hal ini sangatlah penting. Bahkan menurut saya harus kita lakukan. Bukan hanya instrument lainnya. Panca indrapun sudah sepatutnya kita rawat dan jaga dengan sebaik mungkin. Jangan sampai panca indra yang di anugerahkan Tuhan ini tidak berfungsi lagi karena kecerobohan kita. Demikian juga halnya dengan instrumen lainnya, yang telah susah payah kita dapatkan itu selayaknya kita rawat dengan sebaik mungkin. Kalau perlu kita manjakan instrument-istrument itu. Kenapa? Karena (diakui atau tidak) instrument-instrument tersebut telah banyak membantu memudahkan urusan kita. Selain itu pula, Instrument ini juga merupakan titipan (amanah) Allah yang harus kita jaga dan rawat. Jangan sampai instrumet ini di abaikan hak-haknya. *** Beberapa bulan terakhir ini, saya begitu banyak mendapat tanggapan mengenai motor yang saya beli dengan hasil keringat saya sendiri. Bukan karena saya mengabaikan hak-hak motor saya untuk dirawat, di cuci, dibersihkan, diservice secara berkala dan lain sebagainya. Justru karena hampir setiap hari saya selalu mengelap dan membersihkan motor saya dengan sangat uletnya. Hampir tidak ada debu yang menempel di motor saya seandainya motor saya ini tidak saya jalankan. Dicuci 3 minggu sekali dengan memakan waktu kurang lebih 2 jam hanya untuk satu ekor motor saya. Selain itu saya juga menservice motor buatan Jepang ini tiap bulan sekali. Hasilnya tentu saja pembaca bisa menebak sendiri. Motor saya masih kelihatan baru, walaupun umurnya sudah 1.5 tahun dari semenjak motor ini saya beli. Tindakan saya diatas akhir-akhir ini menuai komentar-komentar yang beragam. Baik dari tetangga saya, Teman sekantor, Bahkan orang mekanik yang menservice motor saya pun juga tak ketinggalan ikut komentar. Ada yang berkomentar positif yakni dengan memuji saya yang begitu peduli merawat motor saya dan ada pula komentar yang cenderung mencibir dan meremehkan. Komentar-komentar positif saya kira tidak perlu saya bahas disini. Tapi yang perlu saya bahas disini adalah komentar mereka yang menurut saya negatif. Entahlah mungkin menurut mereka motor itu sebenarnya tidak perlu dikasihani. Tidak perlu dibersihan, tidak perlu dirawat dan sebagainya. Seolah-olah saya beranggapan motor saya ini ibaratnya sapi perah yang hanya diperlukan susunya saja. Padahal jujur saja motor yang saya beli pertengahan tahun 2008 ini telah sangat banyak membantu berbagai aktifitas saya, teman-teman saya dan keluarga saya. Sungguh saya tidak sanggup jika harus membalas kebaikannya selain hanya merawatnya secara berkala dengan rutin. Bukan karena saya telah cinta dunia atau cinta harta. Melainkan semata-mata karena saya banyak berhutang budi terhadap motor saya ini. Untuk itu. Mulai dari sekarang. Marilah kita berterimakasih terhadap instrument-instrument yang telah kita gunakan selama ini. Yakni dengan cara merawat dan menjanganya sebaik mungkin.

Jumat, 26 Maret 2010

Fatawakkal 'Alallah

Sudah merupakan hal yang wajar. Jika di dalam menjalani hidup ini umat manusia selalu merasa perlu untuk berusaha demi mencapai sebuah tujuan atau cita-cita yang ingin diraihnya. Sangat mustahil sekali seseorang dapat mengapai impiannya dengan mudah tanpa berusaha. Kalaupun ada mungkin itu hanyalah sebuah dongeng belaka yang tidak jelas dari mana asal usulnya. Dalam berusaha tersebut, adakalanya apa yang diinginkan seseorang tercapai sesuai rencana. Adapula yang tercapai tapi masih kurang maksimal, ada juga yang masih belum menampakkan hasil sama sekali padahal usaha yang mereka lakukan sudah memakan waktu yang sangat lama serta biaya yang tidak sedikit, bahkan tidak jarang pula ada yang gagal 100%. Dampak dari hasil-hasil pencapaian tersebut pun beragam. Bagi yang keinginannya tercapai biasanya melakukan pesta pora dengan sedemikian meriahnya. Sedangkan yang masih belum mencapai target maksimal akan terlihat serius menyusun kembali rencana dan strategi lain, ada juga yang putus asa dan stres karena tidak terima atas kegagalannya. Gampang menyalahkan orang lain karena merasa dirinyalah yang paling benar sendiri. Kenyataan diatas sering kita jumpai di sekitar kita. Bahkan tidak menutup kemungkinan, kita pun pernah merasakan dan melakukan hal yang serupa. Seolah-olah setiap usaha yang dilakukan harus (tidak boleh tidak) tercapai sesuai rencana. Jika tidak tercapai kita merasa hal itu bukan karena kesalahan kita, melainkan kesalahan orang lain. Mereka tidak becus dalam bekerja sama, mereka munafik, penghianat dan lain sebagainya. Berbagai macam fitnah dengan kata-kata keji dan kotor dikeluarkan untuk sekedar melampiaskan keputus asaan dan untuk sekedar mengakui diri sendiri bahwa apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan rencana. Akibatnya. Perpecahan pun tidak bisa di elakkan. Permusuhan semakin menjadi-jadi, dan akhirnya semua impian-impian tersebut sirna. Tanpa hasil apapun. Bahkan yang ada hanyalah kerugian semata. Baik kerugian secara materi, kebersamaan yang tidak lagi bisa saling dipercaya, kebencian, keangkuhan dan lebih-lebih kerugian yang akan diterima diakhirat nanti. Naudzubillah.. Lalu bagaimana agar supaya kita tidak merasa sentimen terhadap orang lain ketika keinginan yang kita perjuangkan dan usahakan tidak sesuai dengan yang diharapkan? Bagaimana agar supaya kita bisa menerima dan tidak putus asa terhadap usaha-usaha yang menuai kegagalan itu? Caranya cuma satu. Tawakkal. Ya. Tawakkal kepada ALLAH atas berbagai macam usaha yang telah kita lakukan. Apapun hasilnya kita pasrahkan sama Allah. Dalam hal ini telah Allah singgung dalam QS.Ali-Imran:159. فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(QS. Ali-Imran: 159) Ayat Al-Qur'an diatas saya kira sudah cukup untuk menggambarkan apa yang saya paparkan sebelumnya. Bahwa bersikap keras, egois, merasa diri paling benar dan lain sebagainya adalah merupakan tindakan yang sangat merugikan diri sendiri. Teman-teman dan sahabat atau siapapun mitra usaha kita akan menjauhkan diri dari kita. Maka dari itulah. Untuk menghindari hal semacam ini, dalam ayat diatas dijelaskan agar supaya kita berlaku lemah lembut terhadap siapapun, baik yang berpartisipasi dalam rangka mencapai tujuan kita atau bukan. Selain itu. Kita juga disarankan untuk bermusyawarah dengan mereka hingga tercetuslah sebuah keputusan yang bisa diandalkan, Solid dan berbobot. Berikutnya. Setelah usaha-usaha tersebut kita jalankan. Maka hendaknya kita bertawakkal kepada Allah. Kenapa harus tawakkal? Karena hanya ALLAH yang berhak menentukan apakah usaha kita akan menuai sukses atau sebaliknya. Kita hanya berusaha saja sambil berdoa. Sekuat tenaga dan pikiran kita kerahkan semaksimal mungkin. Dengan demikian, kita tidak perlu putus asa jika sebuah kegagalan menimpa kita. Justru jika kita harus ikhlas dan menerima dengan kondisi seperti ini, maka insyaALLAH tidak menutup kemungkinan ALLAH akan memberikan pahala atas kesabaran, usaha dan ikhtiar kita. Selain itu Allah juga telah menyinggung hal ini dalam QS. Al-Insyirah: 5-8 sebagai berikut: فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا. إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا. فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ. وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (QS. Al-Insyirah: 5-8) Jadi. Ketika usaha kita menuai kegagalan atau kesulitan. Maka percayalah. Bahwa dibalik semua itu suatu saat adakalanya ALLAH pasti akan memudahkan urusan kita untuk mencapai cita-cita itu. Dalam hal ini Allah bukan berarti tidak sayang sama kita ketika usaha tersebut selalu gagal, melainkan hal itu sebenarnya adalah merupakan ujian bagi kita apakah kita sabar dalam menjalani usaha tersebut.. Jadi marilah kita bulatkan tekad untuk meraih cita-cita kita. Masih banyak yang harus kita perjuangkan di dunia ini. Masih banyak hal yang harus kita lakukan dan harus kita selesaikan. Bercita-citalah dan berjuanglah dengan tekad dan keyakinan yang kuat, dengan penuh tawakkal dan kesabaran. Yakinlah bahwa yang dinilai di sisi ALLAH itu bukan pada kesuksesan kita. Melainkan pada kesungguhan ikhtiar dan usaha kita. Kesabaran dan ketawakkalan serta keikhlasan kita dalam menjalaninya. Semoga segala upaya jerih payah kita selama ini dan selanjutnya dalam rangka menggapai impian dan cita-cita kita. Kita melakukannya dengan penuh keikhlasan dan tawakkal. Amin. Wallahu a'lam..

Sabtu, 20 Maret 2010

Mumpung masih ada waktu. Siapa tahu sebentar lagi giliran kita

"Innalillahi wa inna ilaihi raaji'un.. Berita duka. Telah meninggal dunia Bapak Fulan Bin Fulan. Pada hari Jumat tgl 19 Maret Jam 2 Dini hari. Untuk itu kami...... dan seterusnya ilaa akhirihi..." Berita duka seperti ini sudah sering saya dengar melalui corongan2 mushalla kira kurang lebih 2 kali selama bulan Maret ini. Selain itu berita duka lainnya yang berasal dari tempat lahir saya di bulan ini terhitung 4 kali yang sampai kepada saya. Belum lagi di media massa, baik koran, radio maupun Televisi. Bisa di reka-reka setiap detik di dunia ini selalu ada orang meninggal dunia. Pada dasarnya Mati memang merupakan suatu hal yang haq. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini tidak ada yang kekal kecuali ALLAH SWT. Hal ini telah Allah firmankan sebagai berikut: Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (QS.Ar-Rahman,55:26-27) Jadi secara tidak langsung hakikat mati bagi terhadap apapun di dunia ini merupakan perkara yang Wajib. Siapapun orangnya, apapun pangkat dan jabatannya, seberapa kayapun harta yang dimilikinya. Jika memang sudah waktunya untuk Mati, maka tidak ada satu mahklukpun yang bisa menghalanginya dari perkara maut itu. Ada yang mengangnggap kematian si A misalnya di bilang mati mendadak, dengan alasan karena si A ini matinya tidak melalui perantara apapun. Dia sehat, segar bugar. Tapi tiba-tiba dia mati. Bagi saya mati yang seperti itu bukan mati mendadak. Dia mati itu (entah dalam keadaan sehat maupun sakit) karena memang sudah waktunya untuk mati. Hanya saja si A ini tidak tahu kalau dia harus mati dalam keadaan sehat seperti itu. Masak orang mau mati harus lewat perantara terlebih dahulu. Harus lewat sakit, kecelakaan, bunuh diri dan sebagainya? Tidak. Sama sekali tidak. Kapanpun ALLAH menghendaki kita tidak akan bisa menghindari diri dari kematian. Perkara masalah ini Allah juga sudah menegaskan dalam Al-Qur'an, yakni diantaranya terdapat pada QS. Yunus:49. Katakanlah:" Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah. "Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan (nya). QS. Yunus (10) : 49 Saya yakin semua yang membaca tulisan saya ini pasti pernah membaca atau paling tidak mendengar tentang ayat Al-Qur'an yang baru saja saya sebutkan diatas. Dan secara nyata hal tersebut sudah terbukti dengan banyak nya orang meninggal dunia sebagaimana kita saksikan selama ini. Entah itu kerabat keluarga kita, tetangga ataupun orang lain. Bahkan tidak jarang kita juga kadang pernah mengusung orang yang sudah meninggal melalui keranda sampai penguburannya. Namun ironisnya diantara kita justru jarang yang ingat, bahwa suatu saat nanti kita pasti akan menyusul mereka. Entah kapan? Bisa saat ini, 1 menit lagi, 1 jam, 1 hari atau tahun mendatang kita tidak akan tahu persis kapan waktunya, yang jelas mau tidak mau kita pasti mati juga pada saatnya nanti. Sabda Rasulullah: Pandai-pandainya manusia yaitu orang-orang yang paling banyak ingat terhadap mati dan yang paling banyak kehati-hatiannya, orang-orang yang demikian itulah orang-orang yang pandai, orang yang demikian itu orang yang mati dengan kemulyaan dunia dan karomahnya akhirat. Loh.. Apa hubungannya ingat mati sama pintar? Tentu saja ada. Karena dengan mengingat mati hati kita pasti terdorong untuk selalu melakukan amal shaleh selama kita hidup. Menjalani hidup ini pasti akan dengan sangat hati-hati. Karena kita akan takut kalau tiba-tiba Allah memanggil kita dalam keadaan berbuat maksiat. Selain itu hati kita ini tidak akan diliputi penyakit cinta dunia yang begitu berlebih-lebihan. Hidup zuhud akan senanntiasa dijadikan sebabagai pola hidup. Untuk itulah. Selama kita masih diberikan kehidupan di dunia ini. Marilah kita gunakan masa hidup kita ini dengan sebaik-baiknya. Kita persiapkan segala bekal kita untuk hidup di akhirat nanti. Dan marilah kita bersama-sama dengan senantiasa selalu memohon dan bermunajat kepadaNYA agar akhir hayat kita ditutup dengan amal perbuatan shaleh sehingga kita mencapai cita-cita kita untuk mati secara khusnul khatimal. Mumpung masih ada waktu. Siapa tahu sebentar lagi giliran kita..!?? Wallahu a'lam..

Jumat, 19 Maret 2010

Ta'limul Muta'allim

Talimul-mutaallim Dikalangan pesantren tradisional kitab ini sudah sangat populer, kitab ini berisi tentang penekanan bagaimana etika santri mencari ilmu, menghormati ilmu, menghormati ahli ilmu, guru dan kyai. Oleh sebab itulah di lingkungan pesantren akan terlihat jelas bagaimana suasana sikap santri terhadap gurunya. Ta’zhimul ilmi wa ahlihi ( menghormati ilmu dan ahli ilmu ) jelas merupakan keharusan bagi setiap penuntut ilmu agar ia mendapatkan ilmu yang berkah dan manfaat. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dapat membawa ahlinya pada kebaikan dan semakin dekat kepada ALLAH walaupun ilmu yang ia dapatkan hanya sedikit. Tidak heran di lingkungan pesantren para santri selalu mengharapkan berkah kyai. Meraka ikhlas membantu dan berkhidmah untuk kyai dan para santri lainnya, karena dengan keberkahan itulah ia akan menambah kebaikan baik ketika selama mereka mencari ilmu dan ketika pulang ke lingkungannya masing-masing. Cerita seorang santri penimba air sumur di pesantren untuk berkhidmah walau ia tidak kelihatan menonjol, namun ketika pulang ia menjadi seorang kyai adalah cerita yang sudah populer di kalangan pesantren tradisional. Menghormati ilmu dan ahli ilmu sangat penting, bagaimana kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat minimal untuk diri sendiri kalau ketika menuntut ilmu saja sudah berani melawan guru, tidak memakai etika ketika berbicara dengan guru, apalagi sampai melakukan tindakan-tindakan anarkis dengan merusak fasilitas belajar, berdemo memaki-maki guru, na’udzu billah. Imam Ghazali menyebutkan bahwa Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dapat membawa rasa takut kita kepada Allah SWT dan menumbuhkan Rasa Cinta/Mahabbah kepada Alloh. Berapa banyak orang yang berilmu namun tidak membawa manfaat baik kepada dirinya maupun kepada manusia lainnya. Berilmu tapi makin jauh dari Alloh , gemar melakukan maksiat, sombong dengan ilmunya, Ambisi terhadap kehidupan dunia, senang berdebat kepada orang-orang bodoh, sombong terhadap ulama dan menganggap ulama ulama terdahulu ( salaf ) bodoh dan ahli Bid’ah, merasa paling benar sendiri dan dirinya suci. Sedangkan tanda tanda dari ilmu yang bermanfaat diantaranya adalah: * Mengamalkan Ilmu yang dimiliki dengan Hati yang ikhlas, karena ilmu membutuhkan kepada amal, amal membutuhkan kepada keikhlasan, dan keikhlasan membutuhkan kepada hati yang bersih . * Tawadhu’ dengan ilmu yang dimiliki * Tidak berambisi terhadap Gemerlap dunia pangkat, kedudukan , kehormatan dll * Memuliakan para ulama * Selalu haus akan ilmu Allah Yang Maha Luas , sehingga terpanggil dirinya untuk selalu belajar Untuk itu sebagai seorang penuntut ilmu baik itu di pesantren maupun di Majlis majlis ilmu selayaknya memuliakan guru kita dan hal hal yang berkaitan dengan ilmu agar kita memperoleh ilmu yang bermanfaat , niatkan dalam hati ketika kaki melangkah menuju Majlis ilmu semata mata menghilangkan kebodohan kita dan mencari Ridho Allah Swt. Wallahu a'lam...

Senin, 15 Maret 2010

Beda Aktifitas Anak Desa Vs Anak Kota Selepas Waktu Magrib

"Rukun islam ada berapa?" Via anak tetangga depan rumah saya hanya menjawabnya dengan gelengan kepala ketika ditanya demikian oleh istri saya. Entah itu sebuah pertanda dia tidak tahu atau malu, saya juga kurang mengerti. Tapi saya lebih yakin, kalau anak yang sudah berusia sekitar 9 tahun itu memang tidak mengerti dan tidak tahu soal rukun Islam. Jangankan rukun Islam ditanya shalat yang wajib sehari semalam saja anak pertama dari dua bersaudara itu juga mengaku tidak tahu. Padahal bapak dan ibunya beragama Islam. Bahkan rumahnyapun hanya berjarak kurang lebih 5 meter dari Mushalla Nurul Huda, persis di sebelah selatan rumahnya. Pernah suatu ketika. Ketika hendak ke Mushalla untuk shalat berjamaah magrib. Saya lewat depan rumahnya yang mepet sama gang yang saya lewati. Jalan terdekat kemushalla dari rumah saya memang melawati rumahnya. Waktu itu saya liat Via begitu sangat konsentrasi sekali belajar pelajaran sekolahnya. Padahal adzan Magrib sudah selesai di kumandangkan sekitar 1 menit yang lalu. Malah yang membuat saya heran, ibunya justru mendampingi dia belajar disampingnya dengan begitu 'telatennya'. Fenomena seperti hal diatas mungkin merupakan hal yang biasa dilingkungan Masyarakat yang saya tempati saat ini. Selain Via, masih banyak lagi kasus serupa yang saya lihat. Dimana seorang anak hanya di tuntut untuk belajar pelajaran umum secara intensif. Seolah-olah dengan belajar pelajaran umum di sekolah mereka bisa mencapai segala hal yang mereka inginkan. Dan tentu saja hal yang mereka inginkan itu "cuma" sekedar materi semata. Tidak lebih. Bagi mereka, dengan hartalah mereka bisa bertahan hidup dan bahagia. Sepertinya kepercayaan mereka bahwa masih ada hidup sesudah mati nanti masih setengah-setengah atau tidak ada sama sekali. Melihat kenyataan ini. Saya kemudian jadi teringat masa lalu saya. Waktu kecil, sebelum magrib saya dibiasakan ikut teman-teman saya ke langgarnya K. Muari (Guru Ngaji ditempat saya dulu). Pada awalnya dilanggar yang ukurannya kurang lebih 10X10m2 itu, aktifitas saya hanya bermain saja. Sekali-kali saya juga diajari mengeja huruf hijaiyah sehingga hafal di luar kepala. Namun aktifitas bermain itu tidak boleh saya lakukan lagi semenjak saya sudah menikmati dengan pelajaran mengaji ini. Saya pun akhirnya paham, kalau dibolehkannya saya bermain itu hanya sekedar pancingan saja. Agar supaya saya merasa betah dilanggar tersebut bersama teman-teman saya. Setelah berkumandang adzan Isyak. Saya dan teman-teman diajak shalat berjamaah. Habis berjamaah, kami masih belum boleh pulang. Kami diajari tatacara gerakan shalat yang benar, berikut bacaan-bacaannya. Selain itu, kami juga diajari ilmu-ilmu Fiqh lainnya. Seperti tatacara berwudu', mandi besar, adab makan dan minum dan sebagainya. Habis itu baru bisa pulang. Aktifitas rutin seperti ini terus saya lakukan sehingga saya bisa baca Al-Quran dengan sendirinya (walaupun kadang masih ada kesalahan bacaan dalam tajwidnya). Jika tidak pergi kelanggar semalam saja dengan alasan tidak jelas, maka alamat keesokan harinya saya merasa malu sama teman-teman kerana selalu di olok-olok. Selain itu, Orang tua saya tidak jarang memarahi bahkan kadang memukul saya ketika saya malas-malasan untuk pergi ke langgar. Sungguh sebuah cara mendidik yang kurang manusiawi menurut saya waktu itu. Tapi manfaatnya baru benar-benar saya rasakan sekarang. Ketika saya sudah (di bilang) bisa membaca Al-Quran dengan baik dan benar, maka pada masa ini kadang saya dan teman-teman saya yang "selevel" diminta K. Muari untuk membantu mengajari adik-adik saya yang masih belajar huruf hijaiyah hingga mereka paham dan hafal diluar kepala sebagaimana saya diajari sama beliau dulu. Aktifitas ini baru terhenti semenjak saya nyantri ke Pondok Pesantren AnNuqayah. Itulah sekelumit cerita masa kecil saya dulu. Sangat beda sekali dengan suasana lingkungan yang baru saya tempati ini. Sehabis magrib, disini justru waktu bermain bagi anak-anak selain kegiatan belajar. Ada yang main PS, nonton TV, bersepeda dan sebagainya. Padahal kata guru ngaji saya dulu, Waktu habis Magrib hingga isyak itu adalah waktu yang istijabah. Untuk itulah saran beliau agar supaya saya tidak menyia-nyiakan waktu istijabah ini, barang sedetikpun. "Eman.. benar-benar eman.." pesan beliau dengan sungguh-sungguh. Inilah sisi lain. Bahwa tak selamanya cara mendidiknya orang-orang kota itu baik bagi anak-anaknya, terutama dalam soal pendidikan Agama. Tapi itu di lingkungan saya. RT3, RT4 dan RT5 yang saya liat aktifitas anak-anak kecil semuanya pada bermain sehabis Magrib. Kalau ditempat-tempat lain..? Wallahu (Wa Ahlul Qaryah setempat - insyaALLAH) a'lam.

Jumat, 12 Maret 2010

Belajar Lebih Dewasa Dari Kasus Pompa Air

Sudah hampir 1 minggu mesin pompa air rumah saya rusak. Waktu itu saya sempat mendatangkan tukang kerumah saya untuk memperbaiki pompa air yang sudah karatan itu. Tapi hasilnya nihil, pompa air itu ternyata hangus dibagian dalamnya karena kerendam air sumur. Sebagai solusi pak Supri (begitulah tukang pompa air itu di panggil) menyarankan saya untuk beli yang baru lagi, sebab dari pada di service ongkosnya akan sangat mahal dan hampir mencapai harga baru untuk sebuah pompa air yang mereknya sama. "Paling-paling harganya cuma 300.000 mas". Kata pak Supri sambil menyeruput kopi yang sedari tadi disediakan oleh istri saya. Bagi saya untuk sekedar beli pompa air yang baru sih tidak masalah. Cuma, masalahnya status saya dirumah itu kan ngontrak, bukan rumah saya dan istri saya? Sebagai langkah (yang saya anggap) bijak. Sayapun memutuskan untuk memusyawarahkannya dengan yang punya rumah dulu. Bagaimana enaknya. Setelah itu baru saya akan kasih tau pak Supri, diservice atau beli baru? Sebagai jalan alternatif sementara, selama ini saya menggunakan timba untuk mengambil air disumur yang letaknya persis disamping kiri rumah saya itu. "Kegiatan rutin baru" ini secara otomatis telah menyita sebagian waktu saya. Sebelum sanyo (sebutan untuk mesin pompa air) saya rusak, saya biasa beraktifitas lebih banyak untuk membaca buku dan menggarap web. Sedang saat ini separuh dari waktu itu saya harus gunakan untuk menimba air disumur hingga jeding di kamar mandi dan persedian air cuci perabotan masak di dapur penuh. Saya bersyukur "aktifitas baru" ini tidak sampai membuat saya shock. Sekalipun tangan saya saat ini sedikit lecet-lecet karena gesekan rotan waktu saya menarik air di ember dari dalam sumur yang kurang lebih dalamnya sekitar 10 Meter itu. Karena hal ini sudah biasa saya lakukan waktu saya masih duduk dibangku SD dulu. Setiap hari libur, ketika musim tembakau tiba, saya biasa membantu orang tua saya menimba air disumur. Air tersebut dialirkan melalui penampang besar kemudian dialirkan ke waduk kecil di tengah ladang sebelum akhirnya air tersebut disiramkan ke tembakau melalui "Jumbur". Waduknya begitu besar, sehingga butuh waktu berjam-jam menimba air agar supaya waduk ditengah ladang itu penuh. Jujur saja kegiatan rutin menimba air dirumah saat ini mengingatkan saya ke masa kecil dulu. Saya merasa senang dengan aktifitas ini, dan tidak sedikitpun saya mengeluh. Berbeda dengan istri saya, sekalipun dia tidak tampak mengeluh, saya paham bahwa aktifitas seperti ini tidak baik baginya. Saya sempat mebayangkan, bagaimana dia menimba air sendirian dirumah kala saya berada dikantor. Tentu saja hal ini akan sangat melelahkan bagi dia. Ah, saya jadi khawatir dengan kesehatannya. Karena alasan inilah, sayapun dengan segera menghubungi Mbak Elvina (pemilik rumah yang saya tempati). Dengan menceritakan semua yang terjadi. Mbak Vin (demikian saya biasa memanggi beliau) memutuskan agar pompa air itu diservice saja. Berapa biayanya akan diganti sama beliau. Sedikit lega juga mendengar jawaban mbak Vin. Tapi setelah saya pikir ulang. Untuk menservicenya butuh waktu sekitar 1 minggu lebih kata pak Supri. Wah.. tentu saja ini merupakan penantian yang teramat lama bagi istri saya. Tanpa berpikir panjang lagi, sayapun putuskan hari ini untuk membeli pompa air yang baru. Ketika habis masa kontrakan saya maka pompa air itu akan saya bawa. Dan kalau perlu saya jual kembali. Begitulah sekilas cerita tentang seputar pahit getirnya berumah tangga. Segalanya benar-benar harus kami urusi sendiri. Apalagi keluarga kami saat ini berada di perantauan. Tentu sangat tidak memungkinkan untuk meminta dan bergantung lagi sama orang tua. Alhamdulillah. Segala kejadian pahit getir itu - termasuk kasus pompa air ini - telah berhasil kami lalui bersama dengan penuh suka cita. Walaupun kadang tidak jarang istri saya menangis manakala hampir tidak menemukan jalan keluar dari masalah yang melanda kami. Tapi berkat keyakinan kami, bahwa Allah maha penolong terhadap hambanya. Semua masalah itu nyaris tidak pernah ada yang tidak terpecahkan. Yang kedua. Faktor bersyukur juga merupakan hal yang amat bijaksana di dalam menyikapi sebuah masalah. Kami selalu bersyukur terlebih dahulu ketika sebuah masalah menimpa keluraga kami. Kenapa demikian? Sebab, dengan sebuah masalah pikiran kami akan semakin terasah untuk memecahkan masalah. Selain itu masalah juga akan semakin membuat kami merasa dewasa. Kami membayangkan, bagaimana seandainya didalam menyikapi masalah itu tidak saya hadapi dengan cara bersyukur terlebih dahulu. Tentu saja kami akan mudah putus asa, gelisah, stress dan lain sebagainya. Memang benar Firman ALLAH dalam QS. Ibrahim: 7 "Lain Syakartum la azidannakum, walain kafartum Inna Adzabi lasyadiid" ("Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".) Benar-benar sangat menderita orang yang tidak mau bersyukur. Di dunia mereka akan selalu merasa gelisah dan di akhiratpun mereka tidak akan luput dari siksa. Dan benar-benar amat beruntung orang yang mau bersyukur itu. Tidak mengeluh terhadap apapun yang menimpanya dan semua itu dihadapinya dengan penuh syukur. Naudzubillah.. Wallahu a'lam.. Semoga bermanfaat.. JUMBUR = Sebutan untuk peralatan menyiram tembakau, Semacam timba yang bentuknya tidak jauh beda dengan timba yang biasa digunakan untuk menyiram bunga.

Selasa, 09 Maret 2010

Beginilah Kalo Tidak Pernah Berolahraga

Pagi itu. Tepatnya tgl 8 Maret 2010, Sekitar jam 8.12. Saya hendak mandi. Begitu sampai dikamar mandi, saya liat airnya tinggal sedikit. Sayapun kemudian menyalakan "sanyo" (sebutan populer untuk mesin pompa air merek apapun ditempat saya). Tidak sampai 2 menit mesin pompa air yang semula mengeluarkan air dengan derasnya itu tiba-tiba tidak mengeluarkan air setetespun. Awal dugaan saya pipa airnya tersumbat. Beruntung karena jeding kamar mandi saya sudah terisi separuh. Saya pun melanjutkan mandi sesudah terlebih dahulu mematikan sanyo tadi. Berhubung waktu itu sudah hampir jam 9, saya tidak begitu menghiraukan keadaan sanyo tersebut. Yang ada dipikiran saya waktu itu adalah "takut telat masuk kantor". Saya berniat akan membenahinya sepulang bekerja nanti. Singkat cerita, setelah pulang dari kantor, ternyata mesin pompa air itu kelelep dalam genangan air sumur yang volumenya semakin naik tinggi. Maklum saat ini memang musim hujan. Hampir setiap hari ditempat saya selalu diguyur air hujan. Sehingga bukan hal yang aneh, jika air sumur dirumah saya semakin banyak. Saya begitu bersyukur dengan diturunkanNya hujan ini. Karena di tempat asal saya (Sumenep) sangat jarang turun hujan. Kalaupun turun hujan, paling-paling cuma sebentar atau cuma rintik-rintik saja. Sehingga tak ayal, tanaman-tanaman petanipun banyak yang mati. Sementara ditempat lain. Dari berbagai informasi di media massa yang saya ketahui. Hujan turun begitu lebatnya sehingga menimbulkan musibah, seperti banjir dan longsor yang memakan korban jiwa serta kerugian materil berjuta-juta rupiah. Innalillah. Sedangkan dirumah saya. Masih tidak seberapa kerugian yang saya rasakan dari lebatnya curah hujan ini. Hanya "sebuah" pompa air yang rusak. Tidak lebih. Walaupun harganya sekitar 500 ribu rupiah (separuh dari gaji saya perbulan). Musibah ini tidak begitu berarti bagi saya, dibandingkan petani ditempat asal saya yang mengalami kekeringan. Dibanding korban bencana banjir dan longsor. Sungguh benar-benar tidak ada apa-apanya. Hanya "sebuah" sanyo. Untuk itulah, saya merasa masih wajib bersyukur kepadaNya atas musibah ini. Karena selain saya harus menyisihkan uang gaji saya buat betulin sanyo. Kejadian ini saya anggap juga sebagai peringatan dari Allah SWT bagi saya. Yakni agar saya tidak selalu dulu di kursi sambil baca buku dan menulis berjam-jam, agar saya tidak selalu bersantai ria setiap hari didepan monitor komputer tanpa menyehatkan badan dengan berolahraga. Ya benar. Berolahraga dengan cara menimba air pakai ember yang ditarik melalui rotan hingga air di jeding kamar mandi saya penuh. Subhanallah. Selama 2 tahun terakhir ini saya sangat jarang sekali (bahkan bisa dikatakan tidak pernah)berolahraga. Padahal berolahraga itu sangat banyak manfaatnya buat kesehatan badan. Sepanjang pengetahuan saya, ada sekitar 40 point lebih manfaat berolahraga bagi kesehatan. Entahlah apa saja itu, yang jelas yang masih saya ingat, berolahraga itu bisa memjadikan badan kita sehat, bugar, berisi serta menjamin kecepatan metabolisme tidak turun dan peredaran darah tidak melambat. Subhanallah..!!! Ternyata saya kurang berolahraga. Terimakasih ya Allah, telah mengingatkan hambamu ini untuk menjaga kesahatan, agar selalu semangat untuk beribadah kepadaMU. Semoga bermanfaat.. Wallahu A'alam... Note: Saya sangat menunggu saran dan kritikan dari para pembaca blog ini, demi perbaikan tulisan-tulisan saya berikutnya. Terimakasih.

Senin, 08 Maret 2010

Mentafakkuri Peradaban Lebah


Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia (68)
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.(69)

Alhamdulillahirabbil 'alamin.. Saat membuat oret-oretan ini saya masih diberi amanah oleh Allah, berupa kesehatan lahir batin yang benar-benar harus saya manfaatkan sebaik mungkin. Karena kesehatan yang telah Allah berikan ini harus saya pertanggung jawabkan diakhirat kelak, untuk apa saja saya gunakan kesehatan saya? 

Mudah-mudahan dengan mengawali segala aktifitas dengan rasa syukur ini, kita senantiasa diberikan taufiq dan hidayah oleh Allah untuk selalu berjalan lurus di atas rel Islam. Sehingga kita dimasukkan olehNya kedalam golongan orang-orang yang beriman dan bertaqwa (Al-Muttaqien), dan suatu saat nanti kita akan mengakhiri hidup didunia ini dalam keadaan Muslim. 

Sebagaimana yang di perintahkan oleh Allah:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam." (QS. Ali-Imran: 102) 


Perintah Allah dalam Al-Quran diatas sudah jelas dan gamblang sekali. Menurut saya tidak perlu kita mentafsirinya lagi, bahwa jika kita benar-benar mengaku orang-orang yang beriman, maka hendaklah kita selalu takut kepadaNya, dengan menjalani segala perintah-perintahNya serta menjauhi segala laranganNya hingga ajal menjemput hidup kita. 

Lalu bagaimana seharusnya kita beriman dan bertaqwa yang benar sesuai ajaran Islam? Terkait hal ini banyak sekali ayat Al-Quran dan Hadits-Hadits Nabi yang bisa kita jadikan pegangan. Selain itu ada juga Ijtihad para Ulama sebagawai pewaris para Nabi. Mudah sekali sebenarnya ajaran Islam ini. Bahkan kehidupan alam sekitar kitapun (jika kita benar-benar mau mentafakkuri sejenak atas penciptaannya) ternyata semuanya terdapat banyak hikmah yang bisa kita ambil sebagai bahan instrospeksi diri terhadap pola kehidupan kita dalam menjalani kehidupan ini. 

Salah satu contohnya adalah Lebah. Sekalipun dia tidak punya akal. Akan tetapi lebah menurut saya adalah mahkluk ciptaan Allah yang amat mulia. Sehingga dalam Al-Quran pun Allah membuat satu Surat yang benama Lebah (An-Nahl) pada urutan surat ke 16. Dalam surah An-Nahl ini saya sangat terkesima ketika bacaan saya sampai pada ayat ke 68 dan 69. Sejenak bacaan saya terhenti disini sambil mengingat-ingat "tingkah laku" kawanan lebah dalam kesehariannya, baik lebah itu berpisah dari kawanan atau berkumpul disarangnya. 

Tidak begitu sulit bagi saya untuk membayangkan pola hidup keluarga lebah. Karena dulu, sewaktu saya masih kecil Kakek saya pernah beternak lebah, dimana sarangnya terbuat dari pohon siwalan dengan diambil bagian tengahnya sehingga menyerupai bentuk Kendang jaipongan. Lobang kedua sisinya kemudian ditutup dengan kayu dengan diberi lobang kecil buat pintu keluar masuknya lebah. 

Dalam kesehariannya, gerombolan lebah yang keluar dari rumahnya itu (rumah yang dibuatkan oleh kakek saya) tidak ada satupun yang saya jumpai dari mereka hinggap di tempat-tempat yang kotor. Pasti hinggapnya ditempat-tempat yang bersih, entah diatas bunga yang baru mekar atau diatas cangkir yang ada sisa-sisa kopi yang diminum kakek saya. 

Luar biasa.... Mereka benar-benar taat terhadap insting yang diberikan Allah dalam kalimat "kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu)", pada ayat ke 69. Tidak pernah lebah memakan dan meminum sesuatu yang kotor dan najis secara naluri kemanusiaan. 

Alhasil kita pun bisa menyaksikan sendiri, dari makanan dan minuman yang mereka konsumsi tercipatalah sebuah peradaban yang begitu luar biasa. Disetiap pintu masuk sarang lebah, pasti pintunya bersegi 6. Hal ini menurut saya mungkin merupakan prinsip hidup sekawanan lebah untuk selalu mentaati rukun iman yang 6. Wallahu a'lam. 

Selain itu kerjasama mereka begitu profesional dalam membagi tugas dan jabatan. Tidak ada lebah yang berebutan jabatan disitu. Semuanya sama-sama menerima terhadap keputusan sang raja, dibagian manapun dia di posisikan. Entah sebagai pencari makanan ataupun dibagian produksi madu. Akibat dari hasil kerjasama yang solid ini, lebahpun menghasilkan sebuah produk minuman yang begitu bermanfaat bagi manusia. Rasanya manis dan menyehatkan. Beda dengan jamu buatan manusia, Pahit, kecut, ada efek samping dan semacamnya. 

Begitu luar biasanya tatanan peradaban lebah ini. Dalam ayat 69 Allah menegaskan, bahwa tanda-tanda kebesaran Allah ini hanya dikhususkan bagi manusia yang mau berfikir. Untuk itu, melalui oretan ini. Marilah sejenak kita berfikir. Bagaimana seandainya dalam hidup kita dibiasakan makan dan minum dengan makanan dan minuman yang baik serta halal. Tidak makan dan minum yang diharamkan. Bukankah telah banyak dalam Al-quran yang menjelaskan tentang makanan dan minuman yang haram. Kenapa sejenak kita tidak mau patuh terhadap perintah Allah sebagaimana lebah itu. Mengapa selama ini hati kita masih belum terbuka, untuk mengambil pelajaran dari ayat-ayat tadi. Padahal Allah sangat berhak mengatur kita, karena kita ini adalah cipataannya. 

Untuk itu. Marilah kita bersama-sama masuk kedalam golongan orang-orang yang berfikir, yakni dengan mentafakkuri Surah An-Nahl: 68-69 diatas tadi. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.. 

Note: Saya sangat menunggu saran dan kritikan dari para pembaca blog ini, demi perbaikan tulisan-tulisan saya berikutnya. Terimakasih.

Minggu, 07 Maret 2010

Hidup Lebih Tentram Dengan Menikah


"Mas.. Nikah itu enak ya mas?" Itulah pertanyaan singkat dari salah satu teman sekantor saya. Jujur, sebenarnya saya masih belum mengerti sepenuhnya maksud dari kata "enak" menurut teman saya itu apa? Namun meski begitu, saya jawab saja "ya.. enak.. bahkan bukan cuma enak, tapi perasaan kita selalu tenang, tentram, damai dan tidak ada lagi perasaan gelisah yang sering saya rasakan dulu waktu masih bujang". 


Teman saya cuma manggut-manggut seraya memoncongkan bibirnya membentuk huruf O sebagai tanda bahwa ia mengerti. Ya. Memang seperti itulah segelintir perasaan yang saya rasakan semenjak sudah nikah. Sejak saat itulah, pikiran saya sudah mulai semakin dewasa. Mental kita pun juga semakin kuat. Apalagi kita sekeluarga saat ini berada di perantauan. Segala sesuatunya harus kita urusi sendiri, tanpa bantuan dari siapapun. Mulai dari keperluan KSK, KTP, kebutuhan rumah tangga dan lain sebagainya. 

Kita benar-benar mandiri dengan memulai segala hal dari Nol, nyaris tanpa bantuan orang tua dan mertua saya. Salah satu contohnya adalah peralatan masak seperti kompor minyak, adalah punya istri saya yang dibelinya semenjak ia masih dipesantren berikut juga peralatan-peralatan dapur lainnya. 

Sebagai sarana transportasi, Alhamdulillah satu tahun sebelum menikah saya sudah beli dari hasil keringat saya sendiri. Sedangkan untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya kita merencakan untuk memilikinya secara bertahap. Entah tiap bulan atau 2 bulan. Semua yang saya sebutkan ini adalah modal awal saya menjalani kehidupan rumah tangga dari segi finansial. 

Bagi saya, pengalaman ini akan menjadi (meminjam judulnya SO7) sebuah kisah klasik yang tidak akan pernah terlupakan di masa depan nanti. Hari pertama saya masuk kerja sesudah nikah, niat keberangkatan saya dari rumah pun berubah. Beda dengan masa-masa waktu bujang dulu. Dulu setiap berangkat kerja niat utama saya cuma sekedar ibadah, membantu member perusahaaan kantor untuk memperlancar urusannya dalam hal komunikasi. 

Selain itu niat kedua saya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Itu saja. Setelah menikah niat keberangkatan saya ketempat kerja dengan niat Ibadah menjadi bertambah. Pertama menafkahi keluarga, dimana hal ini adalah perkara wajib bagi seorang suami. Kedua, sebagaimana niat ibadah sebelum nikah diatas tadi (membantu member perusahaaan). 

Ketika pulang kerja. Tentu saja keadaan badan sudah lelah seharian bekerja. Dirumah disambut oleh senyum istri saya, berikut Kopi panas dan makanan kesukaan saya. Subhanallah. Luar biasa tentram hati ini. Shalat senantiasa berjamaah jika udzur untuk berangkat ke Mushalla sehingga kita tetap tidak ketinggalan pahala yang 27 derajat. 

Tapi entahlah kenapa, disisi lain kata "menikah" saat ini sepertinya menjadi momok yang sangat menakutkan bagi sebagian orang saat ini, termasuk salah satu teman saya itu. Alasannya ya beragam, ada yang siap dari segi finansial tapi dari segi mental belum siap. Bahkan ada juga yang belum siap kedua-duannya, ekonomi belum mapan mental juga belum siap. Tapi disisi lain mereka justru ingin segera menikah. Dan alasan yang lebih ironis lagi adalah belum menemukan pasangan yang cocok. Padahal mental dan finansial mereka sudah tidak diragukan lagi. 

Mereka inginnya pacaran dulu, untuk mengenal satu sama lain dalam segala hal, mulai kepribadiannya, keluarganya dan lain-lainnya. Kalau dirasa tidak cocok ya putus, cari lagi. Sungguh ironis, kalau menurut saya justru hal seperti adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji. Berfikir sejenak, saya sedikit bisa memahami terhadap alasan-alasan yang mereka kemukakan. 

Menurut saya banyak faktor sehingga mereka mengeluarkan alasan seperti diatas tadi. Terkait dengan mental yang belum siap untuk belajar mandiri bersama keluarga. Jawaban-jawaban seperti ini banyak saya dapatkan dari teman saya yang secara kemandiriannya belum terdidik dari sejak kecil hingga SMA bahkan sampai di bangku kuliah. 

Hampir setiap saat orang tua mereka selalu menginterversi mereka dalam menyikapi segala hal. Jarang sekali mereka dikasih kesempatan untuk menghadapi masalahnya sendiri. Alhasil, ketika dewasa mereka masih belum sempat terpikirkan untuk menikah. Mereka ingin menikmati dan menghabisi masa mudanya dulu. Tentu saja dengan selalu mengandalkan intervensi orang tuanya ketika sebuah masalah akan/sedang menimpa mereka. 

Dari tindakan semacam ini tidak akan menutup kemungkinan kalau seorang anak akan semakin enggan untuk hidup mandiri. Pikiran mereka tidak akan pernah dewasa sekalipun usia mereka sudah remaja. Mereka akan cenderung hidup bersenang-senang dari pada memikirkan hal yang akan terjadi dihari esok, karena segala konsekwensi yang mereka lakukan sudah ada yang akan mempertanggung jawabkannya, yakni orang tua mereka. 

Itulah sepintas yang saya pahami secara subjektif dari alasan-alasan yang mereka kemukakan. Penilaian seperti itu lahir mengingat segala faktornya berbeda dengan saya. Saya sudah dibiasakan belajar mandiri oleh orang tua saya semenjak saya dimondokkan di pesantren mulai umur 19 sampai 24 tahun. Demikian juga istri saya yang nyantri selama kurang lebih 8 tahun sejak keluar dari Madrasah Ibtidaiyah. 

Sehingga dengan demikian Alhamdulillah mental kitapun sudah siap dan tidak ragu lagi untuk segera menikah. Terus terang, saya tidak mempunyai solusi untuk mencari jalan keluar terkait masalah tidak siapnya mental karena faktor didikan orang tua tersebut. Mungkin diantara pembaca blog saya ini mau menambahkan atau mau memperbaiki uraian saya dipersilahkan. Dengan senang hati akan saya terima. 

Wallahu a'lam..