Senin, 20 Desember 2010

Mengemis Gaya Baru

"Saya tidak mengemis pak. Saya cuma butuh duit Rp.3000 buat ongkos naik bis ke Jombang", kata seorang ibu paruh baya, umurnya kira-kira 50 tahun. Dari cara berpakaian saya liat sepintas dia memang bukan tampang pengemis. Rapi, bersih dan bahkan sedikit ada polesan bedak diwajahnya yang mulai keriput. Saya kaget, sebab dia datangnya begitu tiba-tiba dan tanpa permisi. Saya masih diam dan ibu itu terus mengulang lagi kata-katanya sambil memelas bahwa ia tidak mengemis tapi sekedar minta ongkos buat naik bis ke jombang. 

Dalam diam itu saya jadi teringat pada beberapa kejadian-kejadian di beberapa tempat mengenai modus-modus pengemis atau peminta-minta didalam melakukan aksinya. Ada yang dilakukan dengan modus meminta sumbangan untuk pembangunan pesantren atau masjid dengan berbekal surat-surat proposal dari lembaga atau yayasan yang bersangkutan. Dalam proposal tersebut tercamtum beberapa nama-nama pengurus dan panitia berikut tanda tangan dan stempel. Bahkan kadangkala tak ketinggalan juga dalam bundelan proposal tersebut ada tanda tangan kepala desa hingga camat setempat. Orang yang meminta sumbangan dengan cara seperti ini biasanya berasal dari daerah yang sangat jauh bahkan dari lintas pulau.

Terus terang saya ragu untuk memastikan bahwa data-data yang ada dalam proposal itu adalah nyata. Tentu saja saya punya alasan dengan keraguan saya. Pertama adalah lokasi pembangunan lembada diproposal itu letaknya berada disebuah daerah yang sering di ekspose ke media massa karena saking terkenalnya daerah tersebut sebagai kampung pengemis. Tidak tanggung-tanggung dalam menjalankan 'mata pencahariannya' mereka kadang harus hidup berbulan-bulan ditanah perantauan dengan performa orang-orang kelaparan, pakaian kotor, kumuh dan lain sebagainya. Hal ini harus mereka lakukan dengan profesional untuk mengelabui 'korban' pengemisan. Bahkan konon, katanya didaerah itu tanpa keterampilan mengemis jangan berharap seorang lelaki bisa meminang seorang gadis didaerah itu. 

Kedua dari cara mereka melakukan aksinya; datangnya sopan dengan salam dan gestur tubuh membungkuk sebagai wujud penghormatan kepada yang punya rumah. Namun begitu pulang kadang justru sebaliknya, ngeloyor begitu saja dengan ucapan salam yang tergesa-gesa. Apalagi kedatangan mereka disambut dengan permohonan maaf karena tidak bisa ikut berpartisipasi memberikan sumbangan, pasti mereka akan langsung ngeloyor pergi sambil ngomel-ngomel gak jelas tanpa ucapan salam sebagaimana ketika mereka tiba tadi. Ini sudah kesekian kalinya saya alami dan dalam kesekian kali itu pula saya mengalami kejadian yang hampir sama. Bahkan bukan hanya dirumah, tapi dikantor tempat saya bekerja, di tempat saya biasa melakukan penyucian motor dan di rumah teman saya sewaktu saya lagi silaturrahmi; peminta sumbagan itu sering saya temui dengan modus sama = pembangunan pesantren, Madrasah atau Masjid.

Ketiga; ini yang paling penting. Salah satu teman saya ada yang pernah menghubungi nomor telephone yang tertera dalam bundelan proposal itu. Berapa kali menghubungi nomor telephone rumah tersebut yang selalu menjawab bukan orang seberang telephone yang dituju. Akan tetapi justru Customer Service Telkom yang mengatakan bahwa "Nomor yang putar tidak terdaftar". Singkatnya nomor telephone di proposal itu fiktif. 

***

Oke. Sampai disini "memuncak" sudah keraguan saya akan data-data di proposal pembanguan lembaga si pengemis terselubung itu. Dengan kesimpulan sementara proposal itu fiktif. Ini bersifat subjektif dari saya pribadi. Mudah-mudahan suatu saat ada pencerahan bahwa nama lembaga yang ada di bundelan proposal itu benar adanya atau benar fiktifnya. Semoga..

Kembali kemasalah seorang ibu paruh baya yang minta uang Rp.3000 pada saya dipasar Dinoyo Malang sewaktu saya mengantarkan istri belanja kebutuhan dapur tadi. Saya lalu bertanya pada ibu itu, "Ibu ke Jombang ada acara apa?" ditanya demikian ibu yang memakai daster merah itu tidak menjawab, ia malah langsung ngeloyor pergi dengan muka sewot. Padahal sambil bertanya demikian tangan saya waktu itu sambil merogoh dompet yang ada di saku belakang celana saya untuk mengambil duit dan diberikan kepada Ibu itu..

Lalu.. benarkah dia bukan pengemis?? Dari pada salah sasaran, saya berpikir jika ingin menyalurkan infaq, sedekah atau yang lainnya alangkah lebih baiknya jika disalurkan kepada pihak lembaga Amil Zakat yang resmi. Seperti misalnya Rumah Zakat Indonesia, Baitul Mal Hidayatullah, PPPA Darul Qur'an dan lain sebagainya. Wallahu A'lam Bisshawab.

Semoga bermanfaat dan Mohon koreksinya.. 

Jumat, 10 Desember 2010

Hijriah 1432 - Kemanakah Hijrah Kita?

Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Desember 2010 umat Muslim diseluruh dunia merayakan pergantian tahun baru Hijriah 1 Muharram 1432. Pada usianya yang ke 1432 ini, tahun Hijriah yang nota bene merupakan awal permulaannya Nabi Hijrah dari Mekkah ke Madinah. Hijrah dari suatu daerah yang penuh dengan intimidasi dan pemboikotan oleh kafir Quraisy kesebuah kota yang begitu mendambakan kedatangan Islam lewat Muhammad bernama Yatsrib yang kini menjadi Madinah. Atau lebih tepatnya Hijrah dari sesuatu yang mudharat kepada sesuatu yang banyak mendapatkan manfaat. Pada usianya kini tahun Hijriah seolah-olah justru menemukan kenyataan sebaliknya. 

Secara kasat mata, umat Muslim diseluruh dunia kini dihadapkan pada sebuah kenyataan yang amat memprihatinkan. Tidak bisa lagi diterka langkah hirjahnya. Entah hijrah dari yang mudarat menuju yang manfaat atau sebaliknya; hijrah dari hal yang bermanfaat menuju yang mudarat? Wallahu a'lam, hanya Allah yang tahu.

Ambillah sebuah contoh di beberapa daerah di tanah air, sebagian tokoh kiai / ulama yang dulunya memimpin sebuah pesantren terjun kedunia politik lalu terjerat kasus korupsi atau perselingkuhan. Padahal awalnya masyarakat begitu banyak berharap dengan mempimpinnya kiai/ulama terhadap seuatu daerah atau negara akan menjadikan rakyatnya menjadi sejahtera dan makmur. Seperti pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab atau Umar bin Abdul Aziz misalnya. 

Akan tetapi kenyataan yang harus dihadapi rakyat adalah sebaliknya. Rakyat masih sengsara dan Ulama yang politikus terjerat dengan berbagai macam kasus kriminal. Sementara dilain kasus. Baru-baru ini terjadi seorang kiai disebuah pondok pesantren mencabuli beberapa santriwatinya sendiri bahkan ada yang hingga hamil beberapa bulan.

Dengan demikian kepercayaan masyarakat kepada para kiai atau ulama yang semestinya menjadi panutan masyarakat baik dalam beribadah maupun menjaga etika akhlak kemasyarakatan akhir-akhir ini juga mulai memudar. Masyarakat sudah bingung kepada siapa lagi mereka harus mencari panutan. Kepada siapa lagi mereka akan memasrahkan anak-anaknya untuk diwejangi ilmu-ilmu Al-Quran dan Hadits?

Maka dari itu tidaklah terlalu aneh jika kemudian masyarakat Muslim saat ini banyak yang Hijrah dari yang membawa manfaat kepada yang membawa kepada kemudharatan. Krisis kepercayaan mereka terlanjur menggunung sehingga tidak percaya lagi pada ulama atau kiai dan mencari jalan hidup dengan caranya sendiri mereka anggap sebuah hal yang lebih baik baginya. Tidak peduli lagi apakah itu Haram atau Halal. Bahkan kalau perlu bisa saja mereka tiba-tiba menjadi kiai atau ulama dadakan dengan ajaran-ajarannya yang dadakan dan serampangan pula. 

Memanglah benar bahwa tidak semua ulama dan kiai melakukan hal seperti yang saya ceritakan diatas. Masih banyak kiai dan ulama yang selalu konsisten dan istiqamah dijalanNya. Tapi bukankah status ke kiaian dan keulamaan mereka telah ikut tercoreng oleh tokoh kiai dan ulama yang menyimpang diatas. Ibarat kain putih yang bersih, ketika kain tersebut kena noda sedikit saja maka secara keseluruhan kain putih itu akan menjadi kurang enak dipandang. Sehingga orang pun enggan untuk memakai kain tersebut.

Kini di usia hijriah yang ke 1431 tahun, marilah jadikan momentum 1 Muharram beberapa hari yang lalu sebagai hijrahnya panutan Umat Muslim dari segala sesuatu yang mudharat ke sebuah pola hidup yang penuh dengan berkah dan bermanfaat serta diridai oleh Allah SWT. Saat ini pula adalah waktu yang tepat untuk kembali meraih kepercayaan masyarakat awam kepada kiai dan ulama sebagai warasatul Anbiyaa'. Dan lewat momentum ini juga marilah kita koreksi diri masing-masing, dari mana dan kemanakah langkah hijrah kita selama ini. Semoga Bermanfaat. 

Wallahu A'lam. Mohon koreksinya.