
Dalam diam itu saya jadi teringat pada beberapa kejadian-kejadian di beberapa tempat mengenai modus-modus pengemis atau peminta-minta didalam melakukan aksinya. Ada yang dilakukan dengan modus meminta sumbangan untuk pembangunan pesantren atau masjid dengan berbekal surat-surat proposal dari lembaga atau yayasan yang bersangkutan. Dalam proposal tersebut tercamtum beberapa nama-nama pengurus dan panitia berikut tanda tangan dan stempel. Bahkan kadangkala tak ketinggalan juga dalam bundelan proposal tersebut ada tanda tangan kepala desa hingga camat setempat. Orang yang meminta sumbangan dengan cara seperti ini biasanya berasal dari daerah yang sangat jauh bahkan dari lintas pulau.
Terus terang saya ragu untuk memastikan bahwa data-data yang ada dalam proposal itu adalah nyata. Tentu saja saya punya alasan dengan keraguan saya. Pertama adalah lokasi pembangunan lembada diproposal itu letaknya berada disebuah daerah yang sering di ekspose ke media massa karena saking terkenalnya daerah tersebut sebagai kampung pengemis. Tidak tanggung-tanggung dalam menjalankan 'mata pencahariannya' mereka kadang harus hidup berbulan-bulan ditanah perantauan dengan performa orang-orang kelaparan, pakaian kotor, kumuh dan lain sebagainya. Hal ini harus mereka lakukan dengan profesional untuk mengelabui 'korban' pengemisan. Bahkan konon, katanya didaerah itu tanpa keterampilan mengemis jangan berharap seorang lelaki bisa meminang seorang gadis didaerah itu.
Kedua dari cara mereka melakukan aksinya; datangnya sopan dengan salam dan gestur tubuh membungkuk sebagai wujud penghormatan kepada yang punya rumah. Namun begitu pulang kadang justru sebaliknya, ngeloyor begitu saja dengan ucapan salam yang tergesa-gesa. Apalagi kedatangan mereka disambut dengan permohonan maaf karena tidak bisa ikut berpartisipasi memberikan sumbangan, pasti mereka akan langsung ngeloyor pergi sambil ngomel-ngomel gak jelas tanpa ucapan salam sebagaimana ketika mereka tiba tadi. Ini sudah kesekian kalinya saya alami dan dalam kesekian kali itu pula saya mengalami kejadian yang hampir sama. Bahkan bukan hanya dirumah, tapi dikantor tempat saya bekerja, di tempat saya biasa melakukan penyucian motor dan di rumah teman saya sewaktu saya lagi silaturrahmi; peminta sumbagan itu sering saya temui dengan modus sama = pembangunan pesantren, Madrasah atau Masjid.
Ketiga; ini yang paling penting. Salah satu teman saya ada yang pernah menghubungi nomor telephone yang tertera dalam bundelan proposal itu. Berapa kali menghubungi nomor telephone rumah tersebut yang selalu menjawab bukan orang seberang telephone yang dituju. Akan tetapi justru Customer Service Telkom yang mengatakan bahwa "Nomor yang putar tidak terdaftar". Singkatnya nomor telephone di proposal itu fiktif.
***
Oke. Sampai disini "memuncak" sudah keraguan saya akan data-data di proposal pembanguan lembaga si pengemis terselubung itu. Dengan kesimpulan sementara proposal itu fiktif. Ini bersifat subjektif dari saya pribadi. Mudah-mudahan suatu saat ada pencerahan bahwa nama lembaga yang ada di bundelan proposal itu benar adanya atau benar fiktifnya. Semoga..
Kembali kemasalah seorang ibu paruh baya yang minta uang Rp.3000 pada saya dipasar Dinoyo Malang sewaktu saya mengantarkan istri belanja kebutuhan dapur tadi. Saya lalu bertanya pada ibu itu, "Ibu ke Jombang ada acara apa?" ditanya demikian ibu yang memakai daster merah itu tidak menjawab, ia malah langsung ngeloyor pergi dengan muka sewot. Padahal sambil bertanya demikian tangan saya waktu itu sambil merogoh dompet yang ada di saku belakang celana saya untuk mengambil duit dan diberikan kepada Ibu itu..
Lalu.. benarkah dia bukan pengemis?? Dari pada salah sasaran, saya berpikir jika ingin menyalurkan infaq, sedekah atau yang lainnya alangkah lebih baiknya jika disalurkan kepada pihak lembaga Amil Zakat yang resmi. Seperti misalnya Rumah Zakat Indonesia, Baitul Mal Hidayatullah, PPPA Darul Qur'an dan lain sebagainya. Wallahu A'lam Bisshawab.
Semoga bermanfaat dan Mohon koreksinya..