Jumat, 10 Desember 2010

Hijriah 1432 - Kemanakah Hijrah Kita?

Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Desember 2010 umat Muslim diseluruh dunia merayakan pergantian tahun baru Hijriah 1 Muharram 1432. Pada usianya yang ke 1432 ini, tahun Hijriah yang nota bene merupakan awal permulaannya Nabi Hijrah dari Mekkah ke Madinah. Hijrah dari suatu daerah yang penuh dengan intimidasi dan pemboikotan oleh kafir Quraisy kesebuah kota yang begitu mendambakan kedatangan Islam lewat Muhammad bernama Yatsrib yang kini menjadi Madinah. Atau lebih tepatnya Hijrah dari sesuatu yang mudharat kepada sesuatu yang banyak mendapatkan manfaat. Pada usianya kini tahun Hijriah seolah-olah justru menemukan kenyataan sebaliknya. 

Secara kasat mata, umat Muslim diseluruh dunia kini dihadapkan pada sebuah kenyataan yang amat memprihatinkan. Tidak bisa lagi diterka langkah hirjahnya. Entah hijrah dari yang mudarat menuju yang manfaat atau sebaliknya; hijrah dari hal yang bermanfaat menuju yang mudarat? Wallahu a'lam, hanya Allah yang tahu.

Ambillah sebuah contoh di beberapa daerah di tanah air, sebagian tokoh kiai / ulama yang dulunya memimpin sebuah pesantren terjun kedunia politik lalu terjerat kasus korupsi atau perselingkuhan. Padahal awalnya masyarakat begitu banyak berharap dengan mempimpinnya kiai/ulama terhadap seuatu daerah atau negara akan menjadikan rakyatnya menjadi sejahtera dan makmur. Seperti pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab atau Umar bin Abdul Aziz misalnya. 

Akan tetapi kenyataan yang harus dihadapi rakyat adalah sebaliknya. Rakyat masih sengsara dan Ulama yang politikus terjerat dengan berbagai macam kasus kriminal. Sementara dilain kasus. Baru-baru ini terjadi seorang kiai disebuah pondok pesantren mencabuli beberapa santriwatinya sendiri bahkan ada yang hingga hamil beberapa bulan.

Dengan demikian kepercayaan masyarakat kepada para kiai atau ulama yang semestinya menjadi panutan masyarakat baik dalam beribadah maupun menjaga etika akhlak kemasyarakatan akhir-akhir ini juga mulai memudar. Masyarakat sudah bingung kepada siapa lagi mereka harus mencari panutan. Kepada siapa lagi mereka akan memasrahkan anak-anaknya untuk diwejangi ilmu-ilmu Al-Quran dan Hadits?

Maka dari itu tidaklah terlalu aneh jika kemudian masyarakat Muslim saat ini banyak yang Hijrah dari yang membawa manfaat kepada yang membawa kepada kemudharatan. Krisis kepercayaan mereka terlanjur menggunung sehingga tidak percaya lagi pada ulama atau kiai dan mencari jalan hidup dengan caranya sendiri mereka anggap sebuah hal yang lebih baik baginya. Tidak peduli lagi apakah itu Haram atau Halal. Bahkan kalau perlu bisa saja mereka tiba-tiba menjadi kiai atau ulama dadakan dengan ajaran-ajarannya yang dadakan dan serampangan pula. 

Memanglah benar bahwa tidak semua ulama dan kiai melakukan hal seperti yang saya ceritakan diatas. Masih banyak kiai dan ulama yang selalu konsisten dan istiqamah dijalanNya. Tapi bukankah status ke kiaian dan keulamaan mereka telah ikut tercoreng oleh tokoh kiai dan ulama yang menyimpang diatas. Ibarat kain putih yang bersih, ketika kain tersebut kena noda sedikit saja maka secara keseluruhan kain putih itu akan menjadi kurang enak dipandang. Sehingga orang pun enggan untuk memakai kain tersebut.

Kini di usia hijriah yang ke 1431 tahun, marilah jadikan momentum 1 Muharram beberapa hari yang lalu sebagai hijrahnya panutan Umat Muslim dari segala sesuatu yang mudharat ke sebuah pola hidup yang penuh dengan berkah dan bermanfaat serta diridai oleh Allah SWT. Saat ini pula adalah waktu yang tepat untuk kembali meraih kepercayaan masyarakat awam kepada kiai dan ulama sebagai warasatul Anbiyaa'. Dan lewat momentum ini juga marilah kita koreksi diri masing-masing, dari mana dan kemanakah langkah hijrah kita selama ini. Semoga Bermanfaat. 

Wallahu A'lam. Mohon koreksinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar