Sabtu, 05 Desember 2015

Sabar Menanti Datangnya Buah Hati

Kehadiran anak dalam sebuah keluarga adalah hal yang paling di nanti-nantikan. Sehingga sampai ada yang menganggap bahwa tanpa kehadiran seorang anak sebuah keluarga dinyatakan keluarga yang tidak sempurna dan tidak akan menemukan kebahagiaannya. Sebab, mereka berharap dengan hadirnya seorang anak, ketika menginjak usia senja nanti, anak-anak mereka bisa merawatnya dan senantiasa medoakannya ketika mereka telah tiada. 

Itu artinya, punya anak bukan sekedar harapan akan kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Dikaruniai seorang anak adalah amanah yang amat berat. Seorang keluarga harus hati-hati mendidik anaknya agar tidak menjerumuskannya kelak. Bukankah tidak jarang kita melihat atau diperlihatkan beberapa contoh anak durhaka kepada orang tuanya? Saya yakin, kedua orang tua tersebut tidak berharap anaknya seperti itu ketika dewasa. Kehadiran anak yang diharapkan membahagiakannya justru menjadi mala petaka bagi seluruh keluarganya. Bahkan bisa jadi petaka juga bagi lingkungannya. Disaat-saat seperti ini terkadang orang tua menyesali telah melahirkannya. Hingga timbullah sumpah serapah atau bahkan kutukan dari si orang tua. Naudzubillah.. 

Disisi lain, kita juga sering melihat sebuah keluarga yang bertahun-tahun tidak dikaruniai seorang anak. Berbagai cara dilakukan, berobat kesana-sini, terapi fisik, terapi jiwa dan sebagainya hingga menghabiskan biaya yang berpuluh-puluh juta. Ada sebagian dari usaha mereka yang dikabulkan oleh-Nya namun adapula yang tidak, sehingga (biasanya) keluarga yang kedua ini ber inisiatif mengambil anak asuh.

Bagi saya, keluarga yang tidak dikaruniai seorang anak itu bukan musibah, juga bukan karena Allah tidak senang mereka punya anak. Allah lebih tau manfaat dan mudaratnya terhadap segala takdir yang Dia berikan kepada mahkluk-Nya. Tidak ada takdir-Nya yang kejam, yang ada hanyalah prasangka buruk terhadap Allah. Lalu Allahpun benar-benar memberikan Takdir buruk. Ini terpaparkan secara jelas dalam sebuah hadits qudsi bahwa Allah itu tergantung terhadap prasangka hambanya. 

Sama seperti kita berhadapan dengan anak usia balita meminta mau makan cabe. Tentu saja kita tidak memperbolehkan karena usianya masih dini dan itu bisa membahayakan badannya. Sedangkan si anak kecil tidak tau kalau itu berbahaya di makan olehnya, justru dia malah protes kenapa orang-orang lain malah boleh memakan cabe, kenapa dirinya tidak. Itu terjadi karena dia tidak tahu, dan yang tahu bahwa cabe itu membahayakannya adalah orang yang dewasa. 

Sama halnya ketika ada pasangan keluarga memohon kepada Allah untuk dikaruniai seorang anak namun Allah belum mengkabulkan doa mereka. Sekali lagi, hal itu bukan karena Allah tidak sayang dan mencintai mereka. Pasti ada hikmah lain yang lebih berarti dan lebih bermanfaat bagi mereka daripada mempunyai anak. Allah tidak pernah tidur, jadi Allah pasti mendengar doa hambanya. Allah maha tahu, jadi Allah pasti lebih tahu apakah punya anak itu baik atau tidak bagi keluarga tadi. Allah maha adil, jadi dengan tidak dikaruniai seorang anak bukan berarti Allah memandang sebelah mata atau pilih kasih. Tugas kita hanyalah berbaik sangka kepada-Nya agar Allah menganugerahak sesuatu berdasar prasangka baik kita terhadap-Nya. 

Semoga anak-anak kita menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Berbakti kepada kedua orang tua dan agama. Menentramkan kehidupan kita disaat usia kita sudah senja. Menyelesaikan pemakaman kita dengan baik sesuai tuntunan agama dikala kita sudah dipanggil menghadapNya kelak. Selalu mendoakan kita ketika kita sudah terbaring kaku di Alam kubur. Selalu mendoakan kita agar dosa-dosa kita terampuni selama hidup di dunia ini. Semoga pula anak-anak yang kita besarkan dengan kucuran kerigat dan air mata, tidak berpaling menjadi anak yang durhaka kepada kita, orang tua kita, lingkungan kita, lebih-lebih durhaka kepada agama. 

"Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa waa dzurriyatina wa qurrata a'yuninaa wa ja'alna lil muttaqina imama. Amin.. "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar