
Sudah hampir 1 minggu mesin pompa air rumah saya rusak. Waktu itu saya sempat mendatangkan tukang kerumah saya untuk memperbaiki pompa air yang sudah karatan itu. Tapi hasilnya nihil, pompa air itu ternyata hangus dibagian dalamnya karena kerendam air sumur. Sebagai solusi pak Supri (begitulah tukang pompa air itu di panggil) menyarankan saya untuk beli yang baru lagi, sebab dari pada di service ongkosnya akan sangat mahal dan hampir mencapai harga baru untuk sebuah pompa air yang mereknya sama.
"Paling-paling harganya cuma 300.000 mas". Kata pak Supri sambil menyeruput kopi yang sedari tadi disediakan oleh istri saya. Bagi saya untuk sekedar beli pompa air yang baru sih tidak masalah. Cuma, masalahnya status saya dirumah itu kan ngontrak, bukan rumah saya dan istri saya? Sebagai langkah (yang saya anggap) bijak. Sayapun memutuskan untuk memusyawarahkannya dengan yang punya rumah dulu. Bagaimana enaknya. Setelah itu baru saya akan kasih tau pak Supri, diservice atau beli baru?
Sebagai jalan alternatif sementara, selama ini saya menggunakan timba untuk mengambil air disumur yang letaknya persis disamping kiri rumah saya itu. "Kegiatan rutin baru" ini secara otomatis telah menyita sebagian waktu saya. Sebelum sanyo (sebutan untuk mesin pompa air) saya rusak, saya biasa beraktifitas lebih banyak untuk membaca buku dan menggarap web. Sedang saat ini separuh dari waktu itu saya harus gunakan untuk menimba air disumur hingga jeding di kamar mandi dan persedian air cuci perabotan masak di dapur penuh.
Saya bersyukur "aktifitas baru" ini tidak sampai membuat saya shock. Sekalipun tangan saya saat ini sedikit lecet-lecet karena gesekan rotan waktu saya menarik air di ember dari dalam sumur yang kurang lebih dalamnya sekitar 10 Meter itu. Karena hal ini sudah biasa saya lakukan waktu saya masih duduk dibangku SD dulu. Setiap hari libur, ketika musim tembakau tiba, saya biasa membantu orang tua saya menimba air disumur. Air tersebut dialirkan melalui penampang besar kemudian dialirkan ke waduk kecil di tengah ladang sebelum akhirnya air tersebut disiramkan ke tembakau melalui "Jumbur". Waduknya begitu besar, sehingga butuh waktu berjam-jam menimba air agar supaya waduk ditengah ladang itu penuh.
Jujur saja kegiatan rutin menimba air dirumah saat ini mengingatkan saya ke masa kecil dulu. Saya merasa senang dengan aktifitas ini, dan tidak sedikitpun saya mengeluh. Berbeda dengan istri saya, sekalipun dia tidak tampak mengeluh, saya paham bahwa aktifitas seperti ini tidak baik baginya. Saya sempat mebayangkan, bagaimana dia menimba air sendirian dirumah kala saya berada dikantor. Tentu saja hal ini akan sangat melelahkan bagi dia. Ah, saya jadi khawatir dengan kesehatannya.
Karena alasan inilah, sayapun dengan segera menghubungi Mbak Elvina (pemilik rumah yang saya tempati). Dengan menceritakan semua yang terjadi. Mbak Vin (demikian saya biasa memanggi beliau) memutuskan agar pompa air itu diservice saja. Berapa biayanya akan diganti sama beliau. Sedikit lega juga mendengar jawaban mbak Vin. Tapi setelah saya pikir ulang. Untuk menservicenya butuh waktu sekitar 1 minggu lebih kata pak Supri. Wah.. tentu saja ini merupakan penantian yang teramat lama bagi istri saya.
Tanpa berpikir panjang lagi, sayapun putuskan hari ini untuk membeli pompa air yang baru. Ketika habis masa kontrakan saya maka pompa air itu akan saya bawa. Dan kalau perlu saya jual kembali.
Begitulah sekilas cerita tentang seputar pahit getirnya berumah tangga. Segalanya benar-benar harus kami urusi sendiri. Apalagi keluarga kami saat ini berada di perantauan. Tentu sangat tidak memungkinkan untuk meminta dan bergantung lagi sama orang tua. Alhamdulillah. Segala kejadian pahit getir itu - termasuk kasus pompa air ini - telah berhasil kami lalui bersama dengan penuh suka cita. Walaupun kadang tidak jarang istri saya menangis manakala hampir tidak menemukan jalan keluar dari masalah yang melanda kami. Tapi berkat keyakinan kami, bahwa Allah maha penolong terhadap hambanya. Semua masalah itu nyaris tidak pernah ada yang tidak terpecahkan.
Yang kedua. Faktor bersyukur juga merupakan hal yang amat bijaksana di dalam menyikapi sebuah masalah. Kami selalu bersyukur terlebih dahulu ketika sebuah masalah menimpa keluraga kami. Kenapa demikian? Sebab, dengan sebuah masalah pikiran kami akan semakin terasah untuk memecahkan masalah. Selain itu masalah juga akan semakin membuat kami merasa dewasa. Kami membayangkan, bagaimana seandainya didalam menyikapi masalah itu tidak saya hadapi dengan cara bersyukur terlebih dahulu. Tentu saja kami akan mudah putus asa, gelisah, stress dan lain sebagainya.
Memang benar Firman ALLAH dalam QS. Ibrahim: 7 "Lain Syakartum la azidannakum, walain kafartum Inna Adzabi lasyadiid" ("Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".)
Benar-benar sangat menderita orang yang tidak mau bersyukur. Di dunia mereka akan selalu merasa gelisah dan di akhiratpun mereka tidak akan luput dari siksa. Dan benar-benar amat beruntung orang yang mau bersyukur itu. Tidak mengeluh terhadap apapun yang menimpanya dan semua itu dihadapinya dengan penuh syukur. Naudzubillah..
Wallahu a'lam.. Semoga bermanfaat..
JUMBUR = Sebutan untuk peralatan menyiram tembakau, Semacam timba yang bentuknya tidak jauh beda dengan timba yang biasa digunakan untuk menyiram bunga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar